Jan_31_Pic

Peer Review: Evaluasi Layanan Dukungan Psikososial dan Akses Berkelanjutan Pengobatan Antiretroviral Paediatrik Bagi Anak Dengan HIV

Dalam upaya meningkatkan layanan bagi anak dengan HIV, Indonesia AIDS Coalition (IAC) melaksanakan pertemuan yang bertajuk Peer Review: Evaluasi Layanan Dukungan Psikososial dan Akses Berkelanjutan Pengobatan Antiretroviral Pediatrik bagi Anak Dengan HIV’ di Jakarta pada tanggal 31 Januari 2025. Pertemuan ini melibatkan perwakilan dari Aliansi Nasional untuk Anak dengan HIV, SPINN, Yayasan Bandungwangi, PPH Atma Jaya, Yayasan Spiritia, Yayasan AKSI Keadilan Indonesia, serta IPPI.

Kegiatan ini bertujuan untuk merumuskan langkah konkret guna memastikan akses pengobatan yang lebih luas juga dukungan psikososial yang lebih baik bagi Anak dengan HIV (ADHIV) di Indonesia.

Paparan yang disampaikan oleh konsultan Tim Sinergi Sehat Indonesia menyoroti beberapa aspek penting dalam keberlanjutan akses ARV anak, di antaranya:

  1. Logistik – Tidak ada batas minimal pemesanan stok ARV anak, tetapi ketersediaan obat lebih banyak dalam bentuk tablet dibandingkan granule.
  2. Testing – Pengujian HIV dapat dilakukan di Puskesmas, tetapi dalam kasus tertentu tetap membutuhkan rujukan ke rumah sakit.
  3. Layanan Kesehatan – Meskipun layanan memiliki kapasitas untuk menerapkan Multi-Month Dispensing (MMD) hingga dua bulan, realisasinya masih terbatas. Data dari LSM menunjukkan angka kematian anak dengan HIV mencapai 10%, dan menyoroti ketidakstabilan layanan pengobatan.
Artikel terkait  Sensitisasi Perangkat Daerah untuk Program Penanggulangan HIV & TB dalam Musrenbang

Beberapa tantangan yang diidentifikasi dalam implementasi layanan ARV pediatrik meliputi:

  • MMD tersedia untuk 2-3 bulan, tetapi pendamping tetap harus membawa anak ke fasilitas kesehatan setiap bulan.
  • Akses ARV masih terbatas di rumah sakit, karena fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) belum memiliki dokter anak yang menangani HIV.
  • Proporsi anak yang menggunakan tablet lebih tinggi dibandingkan dengan yang menggunakan granule, sehingga perlu ada evaluasi terhadap kenyamanan dan efektivitas penggunaan obat.

Sebagai bagian dari strategi advokasi, perlu ada kesepakatan mengenai definisi ARV yang ramah anak juga analisis lebih lanjut mengenai mengapa 30% anak dengan HIV tidak mendapatkan pengobatan yang mereka butuhkan.

Sementara hasil evaluasi yang dilakukan oleh Aliansi Nasional untuk Anak dengan HIV mengungkap sejumlah tantangan dalam sistem dukungan psikososial bagi anak dengan HIV di Indonesia.

Temuan Utama:

  1. Kesenjangan dalam layanan
    • Pendanaan yang terbatas untuk keberlanjutan program.
    • SOP layanan belum seragam di berbagai fasilitas kesehatan.
    • Minimnya layanan konseling untuk anak dan remaja dengan HIV.
  2. Tantangan yang dihadapi
    • Stigma sosial yang kuat.
    • Kendala geografis dan akses internet yang terbatas.
    • Ketergantungan pada donor eksternal.
  3. Praktik baik dari negara lain
    • Model dukungan komunitas seperti Vuka Family di Afrika Selatan dan Community Adolescent Treatment Supporters (CATS) di Zimbabwe.
Artikel terkait  Kegiatan Sensitisasi Komnas HAM RI terkait Penanggulangan HIV

Selain itu, hasil evaluasi menunjukkan bahwa tingkat depresi dan kecemasan lebih tinggi pada ADHIV yang tertular akibat perilaku berisiko dibandingkan anak yang tertular sejak lahir. Salah satu penyebab utama anak dan remaja tidak minum obat adalah kesulitan dalam menerima status HIV mereka sendiri.

Berdasarkan temuan ini, beberapa rekomendasi utama untuk meningkatkan akses dan layanan bagi anak dengan HIV di Indonesia meliputi:

Peningkatan Akses ARV Pediatrik

  • Meningkatkan kapasitas fasilitas kesehatan untuk melakukan testing dan pengobatan guna mencegah missed opportunity dalam diagnosis HIV pada anak.
  • Menyediakan ARV anak di FKTP agar lebih mudah diakses oleh keluarga.
  • Menganalisis lebih dalam data layanan ADHIV, terutama mengenai angka anak yang tidak mendapatkan pengobatan.

Penguatan Dukungan Psikososial

  • Perluasan layanan konseling untuk menjangkau lebih banyak anak dan remaja dengan HIV.
  • Merancang SOP standar dukungan psikososial, melibatkan organisasi komunitas serta remaja dengan HIV dalam perumusannya.
  • Melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh perawatan terhadap kondisi psikososial anak dengan HIV.
Artikel terkait  Peningkatan Kapasitas Komunitas “Akses Terhadap Obat”

Untuk memastikan advokasi ini berjalan efektif, berbagai kementerian dan lembaga terkait harus dilibatkan, termasuk:

  • Advokasi Paediatrik ARV
    • Kementerian Kesehatan (Direktorat P2P, KTPA, KESGA, Kespro, dan Promkes)
  • Advokasi Dukungan Psikososial
    • Kementerian PPA, Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kemenko PMK

Dengan strategi advokasi yang kuat dan langkah konkret dalam meningkatkan layanan, Indonesia dapat memastikan bahwa ADHIV mendapatkan pengobatan dan dukungan yang layak, sebagai bagian dari investasi negara menuju pencapaian target Triple 95s dan Mengakhiri AIDS pada Tahun 2030.

 

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

On Key

Related Posts

Publikasi

Naskah Akademik dan RUU Paten

Draft naskah akademik & RUU Paten dapat dibaca melalui tautan berikut:   Artikel terkait  Awal Membangun Pendidikan Kritis Bagi yang Marginal (Catatan Pelatihan)

Read More »

want more details?

Fill in your details and we'll be in touch