Diagnosis HIV yang dilakukan sedini mungkin sangatlah penting bagi anak dari perempuan dengan HIV. Hal ini dilakukan sebagai upaya Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak (PPIA).
Dalam rentang tahun 2010 – 2022, Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa diperkirakan terdapat 12,553 ADHIV di Indonesia. Berdasarkan jumlahnya, mayoritas infeksi HIV terdeteksi pada anak-anak yang berusia kurang dari 4 tahun—dengan total hingga sebanyak 4,764 kasus. Sampai pada tahun 2023, angka ADHIV di Indonesia mengalami kenaikan hingga mencapai 14,150 kasus. Bagaimanapun, tingginya angka ADHIV yang termasuk dalam populasi rentan ini dapat terdeteksi dengan cepat, salah satunya dengan Early Infant Diagnosis (EID).
Early Infant Diagnosis atau yang juga dikenal sebagai tes EID adalah tes HIV yang dilakukan pada anak-anak yang lahir dari perempuan dengan HIV, biasanya saat berumur di bawah 18 bulan. Untuk mendiagnosis bayi dan anak-anak di bawah 18 tahun, tes yang digunakan adalah DNA polymerase chain reaction (DNA-PCR), dengan metode dry blood spot (DBS) atau whole blood sample (WBS).
Dengan EID, anak-anak yang berisiko tertular dari perempuan dengan HIV dapat ditangani dengan perawatan sesegara mungkin. Deteksi HIV dini dengan EID memberikan lebih banyak peluang bagi mereka, karena akan berimbas pada penanganan sebagai ADHIV yang masih bayi; seperti untuk menentukan pemberian makanan, menghindari stres bagi keluarga, dan pengobatan yang harus dilakukan selanjutnya.
Lalu demi mengakhiri AIDS di tahun 2030, WHO merekomendasikan alat tes EID ini untuk digunakan pada anak-anak bayi. Juga, menurut WHO, beberapa tujuan penggunaan EID di antaranya adalah sebagai identifikasi awal bagi bayi yang berstatus HIV positif agar dapat diteruskan pada pengobatan dan perawatan, serta identifikasi bagi bayi yang terpapar namun berstatus HIV negatif, yang kemudian dapat dilanjutkan pada fasilitas perawatan dan pencegahan bagi mereka agar selanjutnya tidak terinfeksi. Selain itu, penggunaan EID sebagai alat tes HIV bagi anak-anak bayi dapat meningkatkan kesejahteraan psikososial bagi keluarga dan anak itu sendiri; yaitu dengan mengurangi potensi terjadinya diskriminasi bagi mereka, mengurangi stigma HIV dan AIDS bagi ODHIV serta ADHIV, mengurangi tekanan psikologis pada anak yang tidak terinfeksi walaupun dengan orang tua ODHIV, serta meningkatkan kemungkinan untuk diadopsi pada anak yatim-piatu. Selain itu, deteksi HIV dini dengan EID dapat membantu orang tua untuk perencanaan kehidupan bagi anak dengan HIV.
Namun, di samping dari banyaknya tujuan yang bermanfaat dari penggunaan tes EID tersebut, Indonesia mengalami tantangan dalam mengimplementasikannya. Hal ini dikarenakan terbatasnya jumlah mesin tes EID ini akhirnya menjadi kendala bagi identifikasi dini HIV pada anak-anak di Indonesia. Hingga kini, hanya tersedia empat mesin tes EID yang ada di seluruh Indonesia—dengan keempat mesin tes tersebut hanya bertempat di kota-kota besar saja; yaitu di RS Dharmais Jakarta, RS Dr. Hasan Sadikin Bandung, RSUD Dr. Soetomo Surabaya, dan BLK Jayapura.
Penempatan mesin tes EID yang hanya berada di kota-kota tertentu ini tentu saja menjadi kendala; baik bagi anak-anak yang dites, maupun caregiver dan tenaga kesehatan yang bekerja untuk membantu mereka. Pasalnya, walaupun dengan jumlah mesin tes yang sedikit, sampel yang menanti untuk diperiksa pun tak selalu memenuhi batas minimum untuk pemrosesannya. Hal ini menyebabkan sampel yang sudah siap untuk diproses pun harus menunggu hingga batas minimum
tersebut terpenuhi, padahal anak-anak pemilik sampel itu tengah menunggu hasil tes agar bisa segera mendapatkan penanganan yang sesuai dengan status mereka. Inilah yang kemudian berimbas pada penanganan bagi mereka yang juga tak dapat dilakukan dengan cepat.
Belum lagi kendala dalam logistik, atau pengantaran sampel dari lokasi tes ke tempat-tempat mesin tes EID berada. Jika lokasi tes berada di remote area, tentu akan memakan waktu yang lebih lama daripada lokasi tes yang berada di kota besar atau lokasi yang lebih dekat dengan tempat adanya mesin tes EID itu berada.
Inilah mengapa dalam program CHILD-LIFE, Indonesia AIDS Coalition (IAC) berupaya untuk mengadvokasikan pengadaan alat tes EID di masing-masing provinsi di Indonesia. Dengan adanya satu alat tes EID di tiap provinsi, kami berharap dapat meminimalisir kendala kendala logistik yang memberatkan identifikasi dini HIV bagi anak-anak di Indonesia. Hal ini kemudian dapat berpengaruh pada penanganan bagi ADHIV, agar dapat hidup dengan layak dan sejahtera.