Hadirnya pengobatan ARV menjadi sebuah strategi utama dalam mengendalikan infeksi HIV di dunia, bahkan di banyak negara epidemi ini sudah mulai bisa dikendalikan. Hal ini seiring dengan makin gencarnya upaya promosi pencegahan HIV, meningkatnya cakupan tes HIV serta pemberian obat Antiretroviral (ARV) sebagai sebuah terapi yang ampuh untuk menekan jumlah virus HIV di dalam tubuh pengidapnya. Terapi pengobatan antiretroviral menjadi salah satu kunci dalam program penanggulangan HIV di seluruh dunia.
Pengobatan ARV bisa menekan jumlah virus HIV dalam tubuh pengidapnya sampai tingkat tidak bisa dideteksi oleh alat tes deteksi jumlah virus HIV (HIV Viral Load). ODHA yang sudah Mengkonsumsi obat ARV secara teratur, tidak ada beda tingkat kesehatannya dengan orang lain yang tidak terinfeksi HIV. Selain itu, dalam kondisi HIV bisa ditekan sampai tingkat tidak bisa dideteksi didalam tubuh, pengidap HIV tidak akan menularkan HIV ini kepada orang lain.
Sehingga, pengobatan terapi Antiretroviral ini sangat penting bagi orang dengan HIV karena obat ARV kemudian memberikan dua efek kedalam tubuh pengidapnya yaitu sebagai;
1) Live-saving Effect dan
2) Prevention Effect.
Hadirnya terapi ARV yang membuat ODHA dapat mempertahankan kondisi tubuhnya menjadi lebih baik, juga membantu dalam upaya menurunkan tingkat stigma dan diskriminasi pada ODHA.
Indonesia telah memasuki middle income country. Sebagai konsekuensinya, Indonesia harus mulai menyiapkan diri melanjutkan program penanggulangan HIV yang selama ini dibiayai oleh lembaga donor secara mandiri dengan dana pemerintah baik pusat maupun daerah, seiring dengan akan makin berkurangnya dana bantuan luar negeri bagi program penanggulangan HIV yang kerap kali mengkaitkan kelayakan sebuah negara untuk menerima bantuan dengan tingkat perekonomian di sebuah negara.
Pembelanjaan program penanggulangan HIV mencapai USD 106,794,597 di tahun 2014. Dana pembelanjaan ini menunjukkan bahwa 57% berasal dari dana public dan sisanya sebesar 43% berasal dari bantuan Internasional dan sumbangan swasta. Sumber dana public yang dimaksud berasal dari 80% dari pembelanjaan program pemerintah pusat (Kementerian dan Lembaga), belanja pemerintah daerah sebesar 15% dan sisanya sebesar 5% adalah kontribusi dari klaim asuransi kesehatan (JKN). Kurang lebih 33% dari total pembelanjaan program penanggulangan AIDS itu digunakan untuk komponen perawatan dan pengobatan, terutama pengadaan ARV.
Rasionalisasi harga pengadaan obat ARV sangat penting dilakukan. Hal ini guna memberikan tambahan ruang fiskal yang bisa digunakan untuk meningkatkan cakupan atau pun juga guna membiayai komponen program penanggulangan HIV lainnya yang masih dibutuhkan. Rasionalisasi harga ini bisa dilakukan dengan menciptakan iklim yang kondusif untuk bisa terciptanya kompetisi yang sehat serta adanya pengawasan yang melekat dari lembaga negara yang bertugas untuk mengawasi serta partisipasi penuh dari kelompok pasien guna turut memberikan masukan serta melakukan monitoring serta advokasi berbasis komunitas.
Dokumen selengkapnya disini