Salah satu capaian yang harus diwujudkan dalam mengeliminasi Epidemi HIV-AIDS adalah zero stigma and discrimination. Dua zero lainnya adalah zero infeksi baru dan zero kematian. Diskriminasi dan stigma dianggap jadi yang terpenting untuk diselesaikan terlebih dahulu, dua zero selanjutnya dapat ditentukan dari hilangnya diskriminasi dan stigma.
Penularan infeksi dapat terjadi karena populasi kunci yang sulit diajak untuk melakukan tes karena ketakutan akan stigma dan diskriminasi yang mungkin terjadi di layanan kesehatan. Begitupun zero kematian, ini akan sulit tercapat jika masih banyak teman-teman komunitas yang putus obat dengan alasan pindah lokasi karena di lokasi sebelumnya mengalami stigma dan diskriminasi.
Diskriminasi dan stigma yang selama ini terjadi tidak lepas dari narasi dalam berita yang tersebar di media cetak ataupun online. Kita bisa melihat bagaimana diskriminasi dan stigma itu dimunculkan di media. Kita hanya perlu mengetikan kata kunci berupa gay, waria, atau LGBTIQ saja dan tada…! Yang muncul paling atas dalam laman pencarian Google adalah pemberitaan-peberitaan negatif.
Dari dasar itu lah kemudian Organisasi Perubahan Sosial Indonesia (OPSI) melalui pendanaan The Global Fund dan Indonesia AIDS Coalition (IAC) mengadakan focal Group Discussion (FGD) bertajuk “Journalism training on HR Issues and HIV” yang mengundang teman-teman jurnalis dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk bisa sharing dan melakukan pembahasan terkait dengan penghapusan stigma dan diskriminasi di media.
Acara yang dilakukan selama dua hari itu menghadirkan 2 narasumber dari perwakilan dokter dan juga Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Dari perwakilan dokter memberikan pemahaman terkait dengan prinsip penularan HIV. Hal ini dikarenakan masih banyak dari masyarakat Indonesia menganggap bahwa penularan HIV terjadi sebagaimana halnya Covid19. HIV hanya dapat berpindah ke tubuh orang lain harus sudah memenuhi prinsip ESSE.
Yaitu: Exit, virus harus keluar dari tubuh orang yang terkena virus; Survive, virus harus dapat bertahan hidup; Sufficient, jumlahnya harus cukup untuk menginfeksi; Enter, virus harus masuk aliran darah orang yang diinfeksi. Lalu, dia juga menambahkan bahwa orientasi seksual tidak bisa terlihat secara fisik juga itu tidak bisa dijadikan justifikasi terhadap setiap kejahatan yang terjadi.
Sedangkan dari perwakilan Kemenkes memberikan pemahaman dari sudut pandang negara yang turut berkontribusi dalam melakukan penanggulangan HIV. Kontribusi berupa layanan kesehatan mulai dari rumah sakit hingga puskesmas. Selain itu, ada juga kontribusi pengadaan obat ARV untuk disebarkan ke komunitas melalui layanan kesehatan yang ada.
Namun terdapat catatan yang diberikan peserta FGD terhadap pemerintah dalam hal ini Kemenkes. Peserta ingin Kemenkes juga lebih peka terhadap beberapa regulasi diskriminatif yang dikeluarkan lembaga legislative dan kepala daerah. Kekhawatirannya adalah regulasi itu dapat menggiring stigmatisasi dan juga diskriminasi di masyarakat terhadap populasi kunci. Seperti halnya pada Peraturan Daerah Kota Bogor.
Imbasnya tentu pada terhambatnya kerja-kerja penanggulangan HIV yang dilakukan oleh komunitas. Selebihnya, kontribusi yang sudah diberikan pemerintah terhadap kerja penanggulangan HIV sangat diapresiasi oleh teman-teman jurnalis dan komunitas yang hadir dalam acara tersebut.
Dari dua narasumber ini diharapakan agar teman-teman jurnalis tidak lagi terjadi miss informasi terkait dengan isu penanggulangan HIV-AIDS. Sehingga narasi yang nantinya dituliskan oleh teman-teman jurnalis dapat lebih objektif tanpa mendiskredikan orientasi seksual tertentu.
Sementara itu, Jaringan Indonesia Positif (JIP) melalui dukungan dari The Global Fund ATM dan IAC akan memberikan penghargaan atau reward terhadap jurnalis yang fokus mengangkat isu HIV-AIDS.
Pemberian penghargaan ini dituangkan dalam bentuk proposal dengan syarat yang harus dipenuhi oleh teman-teman jurnalis. Oleh karena itu, kami berharap jurnalis yang hadir dapa menjadi bagian dari tombak informasi public dan pemberitaan tentang HIV-AIDS dapat dijelaskan terhadap masyarakat tanpa memojokkan suatu kelompok. Maka dari itu berita yang termuat harus dapat mengedukasi masyarakat dan objektif.