Program penanggulangan HIV-AIDS di Indonesia terus berupaya untuk mewujudkan cita-cita besarnya dalam memastikan pemenuhan akses universal terhadap pencegahan dan pengobatan bagi masyarakat, khususnya kepada populasi kunci. Upaya ini dilakukan dengan memastikan intervensi yang efektif dan berkualitas, di antaranya:
- Memastikan layanan kesehatan yang terintegrasi; dan
- Memastikan adanya lingkungan yang kondusif bagi kelompok populasi kunci, dengan berlandaskan pada HAM, sensitif gender, transparan, dan akuntabel.
Petugas kesehatan dan layanan kesehatan selaku lembaga utama yang berperan dalam penanggulangan HIV-AIDS melaksanakan berbagai tugas dalam bentuk perawatan, pemberian dukungan, dan pengobatan terhadap Orang dengan HIV (ODHIV). Untuk itu, perlu adanya upaya untuk membangun persepsi dari para petugas kesehatan sehubungan dengan isu dan kebutuhan dari populasi kunci. Dengan adanya pemahaman tersebut, maka diharapkan bahwa pelayanan yang diberikan dapat menjadi semakin optimal.
Melalui kegiatan Pelatihan Etika Medis, Indonesia AIDS Coalition (IAC) bertujuan untuk memperkuat strategi Pengurangan Hambatan terkait HAM dalam upaya Penanggulangan HIV-AIDS. Lebih lanjut, tujuan khusus yang ingin dicapai adalah untuk:
- Melakukan sensitisasi terhadap petugas kesehatan terkait etika medis;
- Memberi ruang kepada peserta untuk mengidentifikasi, mengklarifikasi perilaku dan perubahannya, serta merefleksikan nilai-nilai yang melekat kepada diri peserta; dan
- Mendorong peserta untuk mengimplementasikan pengetahuan dan keahlian yang diperoleh dari pelatihan di lingkungan kerja dan kepada rekan-rekan sejawat.
Pada kesempatan ini, IAC mengundang masing-masing 20 peserta dari Kota Administrasi Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Jakarta Timur. Kegiatan berlangsung selama 4 hari, yakni dari tanggal 14 hingga 17 Februari 2023 dan bertempat di Hotel Mercure Sabang. Pelatihan terbagi menjadi 4 sesi, yaitu:
- Value Clarification and Attitude Transformation (VCAT);
- Sexual Orientation, Gender Identity/Expression, and Sex Characteristics (SOGIESC);
- Pendekatan yang Berpusat pada Individu; dan
- Etika Medis.
Acara dibuka oleh Patrick Johannes Laurens selaku Manager Program IAC. Sebelum kegiatan dilanjutkan dengan sesi, para peserta diminta untuk mengisi pre test. Pre test dimaksudkan untuk mengukur tingkat pengetahuan peserta sebelum mendapat materi pelatihan. Hasil dari pre test kemudian akan dibandingkan dengan post test untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan peserta meningkat sebagai hasil dari pelatihan.
VCAT, sesuai akronimnya, membahas mengenai nilai yang dimiliki oleh seorang individu. Mengingat banyaknya individu di dunia, masing-masing dengan pemikiran mereka tersendiri, maka perbedaan nilai antar individu adalah suatu hal yang wajar. Akan tetapi, jangan sampai perbedaan nilai tersebut menghalangi akses terhadap layanan kesehatan yang tidak mendiskriminasi.
Dalam menjelaskan materi, fasilitator menggunakan beberapa metode penyampaian, yakni diskusi (reasons why) dan permainan reflektif (cross the line & four corners). Dalam reasons why, peserta diminta untuk menulis sebanyak-banyaknya pandangan mereka mengenai mengapa suatu hal terjadi. Daftar yang telah dibuat itu kemudian akan didiskusikan per kelompok, dengan kelompok lain memberikan tanggapan. Sementara itu dalam cross the line, fasilitator akan membacakan beberapa pertanyaan. Peserta yang memiliki pengalaman yang relevan kemudian akan menyebrang garis yang sebelumnya telah figambar di lantai (cross the line) dan menjelaskan pengalaman mereka. Terakhir, dalam four corners, peserta diminta untuk mengisi form (A & B) dan memposisikan diri mereka baik tidak setuju maupun tidak setuju.
Melalui diskusi dan permainan reflektif ini, diharapkan peserta akan memiliki awareness terhadap nilai-nilai yang mereka miliki dan kaitan dari hal tersebut dengan kemampuan mereka untuk memberikan layanan kesehatan yang tidak mendiskriminasi, khususnya bagi populasi kunci. Kemudian, pada sesi kedua, fasilitator menjelaskan mengenai identitas gender, ekspresi gender, orientasi seksual, dan seks biologis secara interaktif dengan menggunakan Genderbread Person.
Hal yang ingin disampaikan melalui paparan SOGIE SC ini adalah faktor yang beresiko bagi penularan HIV-AIDS bukanlah identitas gender ataupun orientasi seksual seseorang, tetapi perilaku seksual yang beresiko. Oleh karena itu, petugas kesehatan sebaiknya tidak berasumsi, atau bahkan mendiskriminasi pasien karena identitas gender ataupun orientasi seksual yang mungkin mereka miliki.
Terakhir, adalah sesi Pendekatan yang Berpusat pada Individu. Pada sesi ini, peserta melakukan roleplay bersama dengan Expert Patient Trainer (EPT). EPT berasal dari komunitas, yang kemudian akan berperan sebagai ”pasien.” Salah seorang peserta kemudian diminta untuk berperan sebagai ”dokter” yang hendak melakukan anamnesis terhadap ”pasien,” yang diperankan oleh EPT. Sesi roleplay dari ”dokter” dan ”pasien” tersebut kemudian akan mendapat umpan balik dari para peserta dan anggota komunitas, baik dari segi penggunaan bahasa hingga gerak-gerik tubuh. Diharapkan, melalui sesi Pendekatan yang Berpusat pada Individu atau Person-Centered Approach ini, akan tumbuh kesadaran dari peserta untuk membina hubungan baik dengan pasien, yang diharapkan dapat menciptakan layanan kesehatan yang berkualitas dan tidak menghakimi.
Sesi kemudian dilanjutkan oleh paparan mengenai Prinsip Etik dan Medis dari Dr Putri, dan ditutup dengan refleksi dan post test. Kegiatan Pelatihan Etika Medis ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan IAC pada awal tahun 2023. Rangkaian kegiatan pelatihan dimulai di Kota Administrasi Jakarta Barat, Jakarta, Utara, dan Jakarta Timur sebelum dilanjutkan dengan kota/kabupaten lain.