Alat Skrining HIV Mandiri

Peringatan Hari AIDS Sedunia: Kampanye dan Sosialisasi Penggunaan Alat Skrining HIV Mandiri

Bertepatan dengan peringatan Hari AIDS Sedunia, Indonesia AIDS Coalition (IAC) menggandeng Dinas Kesehatan Provinsi Jakarta dan Kepala Staf Kepresidenan untuk bersama-sama mengampanyekan sekaligus menyosialisasikan penggunaan alat skrining HIV mandiri di Puskesmas Jatinegara.

Salah satu cara untuk menekan angka penularan HIV adalah dengan dilakukan tes HIV secara masif. Sejauh ini, tes HIV dilakukan di layanan kesehatan, seperti puskesmas. Sayangnya, pelaksanaan tes di layanan kesehatan ini masih memiliki berbagai hambatan, mulai dari jarak yang jauh, waktu yang terbatas, hingga persoalan biaya.

Upaya yang dilakukan untuk menjawab persoalan tersebut adalah melakukan metode Skrining HIV Berbasis Komunitas (SHBK). SHBK adalah tes dengan alat skrining mandiri, yang dapat dilakukan secara mandiri dengan didampingi petugas penjangkau. Kampanye dan sosialisasi yang dicanangkan IAC ini ditujukan agar penggunaan alat skrining HIV mandiri dapat diminati dan dijangkau oleh populasi yang sulit dijangkau oleh layanan kesehatan.

“Alat yang digunakan untuk tes ini adalah Oral Fluid Test (OFT) atau yang mudahnya bisa disebut tes usap cairan mulut. Cara kerja tes ini mudah, sama seperti alat tes swab pada covid. Alat ini akan menyerap antibodi secara langsung dari pembuluh darah di selaput lendir mulut dari jaringan pipi dan gusi. Hasil tesnya juga akan keluar dalam waktu 20 menit. Tingkat akurasinya pun sebesar 99,3%. Sayangnya, masih banyak yang enggan melakukan tes dengan cara ini, karena banyak yang tidak percaya dengan tingkat akurasinya,” ujar Aditya Wardhana, Direktur Eksekutif IAC.

Salah satu relawan IAC juga melakukan simulasi prosedur skrining HIV dengan metode OFT. Kepala Staf Presiden RI, Dr. H. Moeldoko, S.I.P. menyambut baik upaya ini dan mengajak masyarakat untuk berani melakukan tes. Beliau mengatakan bahwa tak perlu takut untuk melakukan tes, karena selain mudah, seluruh hasil tes akan terjamin kerahasiaannya.

Selain sosialisasi alat skrining HIV mandiri, dilakukan juga diskusi antara petugas layanan kesehatan, penyintas, komunitas ODHIV, bersama Kepala Staf Presiden RI. Peserta diskusi saling menyampaikan situasi dan hambatan yang terjadi di lapangan.

“Kondisi yang sulit diterjang hari ini adalah stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan HIV. Banyak orang yang tidak mau membeli makanan yang dijual ODHIV karena takut tertular. Tak hanya itu, tidak sedikit perusahaan yang enggan mempekerjakan ODHIV, sehingga orang-orang yang memiliki resiko tinggi terhadap penularan HIV enggan melakukan tes. Oleh karena itu, perlu adanya advokasi dari pemerintah yang mengedukasi perusahaan-perusahaan bahwa HIV tidak mudah menular dan ODHIV masih bisa bekerja dengan produktivitas yang sama,” ujar dr. Pramono.

Tak hanya stigma dan diskriminasi, petugas layanan kesehatan juga mengeluhkan ketersediaan obat ARV dan kondom yang terbatas. Penyediaan kondom yang sebelumnya disediakan puskesmas, kini dialihkan ke BKKBN, sehingga terjadi kendala.

“Peralihan pandemi covid menjadi endemi membuat kita bisa bernapas sedikit lega. Ditambah lagi, upaya-upaya baru mengenai penanggulangan HIV seperti hari ini menjadi pergerakan untuk memberantas masalah lain. KSP merespon dengan cepat terkait permasalahan-permasalahan yang disampaikan teman-teman semua,” tutur Dr. H. Moeldoko, S.I.P.

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

On Key

Related Posts

want more details?

Fill in your details and we'll be in touch