Pada hari Selasa-Jumat, 20-23 Juni 2023, perwakilan dari Indonesia AIDS Coalition (IAC) melakukan kunjungan dan penguatan kapasitas Community-Led Monitoring (CLM) bagi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Kota Manado.
Keterlibatan komunitas merupakan kunci bagi peningkatan upaya penanggulangan HIV-AIDS, yang mana komunitas diperlakukan setara, dan dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. CLM merupakan salah satu model unggulan yang memberdayakan masyarakat secara sistematis dalam mengumpulkan dan menganalisis data, baik data kuantitatif maupun kualitatif, terkait upaya penanggulangan HIV-AIDS, termasuk di dalamnya hambatan akses, situasi penyerta, serta hal-hal terkait lain dan menggunakan data tersebut untuk memandu upaya advokasi dan mendorong akuntabilitas pemerintah.
CLM memegang peranan penting dalam implementasi program dan diyakini dapat meningkatkan efektifitas implementasi. Dalam fact sheet yang diterbitkan oleh US President’s Emergency Plan for AIDS Relief (PEPFAR) pada tahun 2020, CLM dikatakan dapat berkontribusi secara bermakna dengan mengumpulkan data yang dapat membantu optimalisasi program. Di Indonesia sendiri, CLM telah dipraktikkan sejak tahun 2017, yang mana CLM pada awalnya dimanfaatkan untuk pemantauan logistik HIV, terutama Antiretroviral (ARV), dan kemudian berkembang menjadi lebih komprehensif. Saat ini terdapat tiga pelaksana CLM besar yang teridentifikasi, yaitu IAC lewat program Penguatan Sistem Komunitas dan Pengurangan Hambatan berbasis HAM (Community System Strengthening and Reducing Human Rights-related Barriers to Health Services/CSS-HR), Jaringan Indonesia Positif (JIP) lewat program Advocate for Health, serta gabungan Jaringan Nasional Populasi Kunci lewat program Joint CLM National Network yang difasilitasi oleh PPH Atmajaya. Adapun, Jaringan Nasional Populasi Kunci terdiri atas Gaya Warna Lentera Indonesia (GWL-INA), Inti Muda, Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI), Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI), Jaringan Transgender Indonesia (JTID), serta Organisasi Perubahan Sosial Indonesia (OPSI).
Salah satu komponen penting dalam mendukung upaya ini adalah adanya kerjasama lintas institusi untuk dapat membangun mekanisme respon laporan yang baik di tingkat distrik. Selain itu, peningkatan kapasitas CLM sangat penting untuk meningkatkan pemahaman OMS, sehingga pemantauan oleh masyarakat dapat dilakukan dalam cakupan yang lebih luas dengan hasil yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Oleh karena itu, tujuan dari kegiatan kunjungan ke Kota Manado adalah untuk meningkatkan pemahaman komunitas mengenai CLM. Kunjungan ini dilakukan dengan dua metode, yaitu Lokakarya Penguatan Kapasitas Komunitas terkait CLM dan Diskusi dengan Komunitas mengenai Keterlibatan Komunitas dalam Program Penanggulangan HIV-AIDS di Provinsi Sulawesi Utara. Secara khusus, kegiatan ini bertujuan untuk: 1) Mengukur pemahaman dan implementasi CLM di Kota Manado; 2) Meningkatkan pengetahuan OMS terkait inisiatif dan infrastruktur CLM; 3) Menguatkan mekanisme pemantuan berbasis masyarakat melalui pemberdayaan dan sinergi dengan komunitas; serta 4) Memperkenalkan sumber pendanaan potensial melalui kerjasama dengan pemerintah, atau yang juga dikenal sebagai mekanisme Swakelola Tipe 3.
Secara umum, kunjungan di Kota Manado ini dapat dikatakan berhasil. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya empat belas community leader yang diperkuat pemahamannya mengenai CLM. Juga delapan komunitas yang ikut berdiskusi mengenai penanggulangan HIV-AIDS di Kota Manado dan wilayah sekitar. Beberapa rencana tindak lanjut telah disepakati berdasarkan hasil diskusi antara tim IAC dengan perwakilan komunitas.
Adapun, organisasi dan perwakilan komunitas yang ditemui adalah PKBI Sulawesi Utara, OPSI Sulawesi Utara, SALUT, Satu Hati, MMC, WARNA, WARCINDAK, FOBERTO, IWAGABI, PERNAKOMA, Yayasan Batamang Plus, serta Komunitas Transman Manado.
Selain Makassar, kegiatan kunjungan dan penguatan kapasitas CLM bagi OMS di tingkat distrik ini juga akan dilaksanakan di 5 kota lain selama beberapa bulan ke depan.