Jan_19-25_Pic

Kegiatan Kunjungan Tanah Papua

Indonesia AIDS Coalition (IAC) kembali terpilih menjadi Principal Recipient (PR) dana hibah the Global Fund-ATM untuk program penanggulangan HIV tahun 2024-2026. Pada implementasi kali ini, IAC melanjutkan program Penguatan Sistem berbasis Komunitas dan Pengurangan Hambatan terkait HAM untuk Akses ke Layanan Kesehatan (Community System Strengthening-Reducing Human Rights-related Barries to Access Health Services/CSS-HR) dan Pencegahan HIV bagi Pekerja Seks Perempuan (HIV Prevention for Female Sex Workers/FSW).

Untuk membantu pelaksanaan program, IAC memiliki tiga Sub Recipient (SR) FSW, satu SR CSS-HR, 41 Sub-Sub Recipient (SSR), dan empat  mitra Nasional. IAC memiliki 140 kabupaten/kota wilayah intervensi yang terbagi menjadi beberapa intervensi program, yakni 140 k/k intervensi program FSW, 34 k/k intervensi program CSS-HR, dan 20 k/k intervensi swakelola.

Pada tahun 2024, salah satu intervensi yang dilakukan adalah program Comprehensive Sexual Education (CSE) di 9 k/k tanah Papua. Program ini merupakan program baru yang dijalankan dan memerlukan pemantauan ketat untuk memastikan program dijalankan dengan tepat di tingkat k/k. Untuk itu IAC perlu melakukan coaching dan mentoring khususnya pada program CSE di tanah Papua. Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 19-25 Januari 2025 di Kota Jayapura dengan melibatkan empat orang staff IAC.

Selama kunjungan, IAC bertemu dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk Gereja Advent Sinode, Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Gereja Kristen Injil (GKI) Klasis Port Numbay, serta PKBI Papua.

Artikel terkait  Diskusi Kelompok Terarah “Panduan Tes HIV dan IMS bagi Remaja Beresiko"

Kunjungan dimulai dengan pertemuan dengan Sekretaris Gereja Advent Sinode, Bapak Erik Manuri dan Direktur Kesehatan Gereja, Ibu Jane Manuri. Gereja Advent menegaskan komitmennya dalam merangkul semua jemaat tanpa diskriminasi, termasuk populasi kunci yang terdampak HIV.

Meskipun belum memiliki pengalaman langsung dalam program HIV, Gereja Advent telah rutin menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan bagi jemaatnya. Ibu Jane Manuri menekankan pentingnya sosialisasi HIV bagi remaja perempuan dan ibu agar mereka dapat lebih memahami kesehatan reproduksi dan melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala.

Gereja Advent memiliki empat wilayah kerja utama di Papua, termasuk Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura. Implementasi awal program ini akan difokuskan di dua wilayah tersebut sebelum diperluas ke daerah lain.

Sementara itu, dalam pertemuan dengan Kepala Seksi HIV AIDS & PIMS Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Bapak Rindang Pribadi Marahaba, dilakukan pembahasan mengenai tantangan utama dalam pendataan kasus HIV, yang meningkat lebih dari 100%.

Dinkes Papua merekomendasikan agar IAC menindaklanjuti pertemuan lintas pemangku kepentingan yang pernah dilakukan pada tahun 2024, yang mana berbagai organisasi perempuan terlibat. Untuk program penjangkauan kader agama, Dinkes menyarankan IAC bekerja sama langsung dengan organisasi keagamaan, bukan hanya individu.

Dalam program Training of Facilitator (ToF) Etika Medis, Dinkes Papua akan membantu koordinasi dengan seluruh Dinkes di Tanah Papua. Selain itu, Dinkes juga menyarankan agar kader dari PKK masuk hingga tingkat kelurahan untuk menjangkau lebih banyak masyarakat.

Artikel terkait  Kunjungan ke LSM Pelita Tegal dalam Program PMTS LKB SUFA Dukungan IPF

Kemudian, IAC dan PKBI Papua mengadakan diskusi dengan Wakil Ketua GKI Klasis Port Numbay, Bapak Rasmus Dace Siahaya, juga perwakilan pemuda dan peer educator. Sejak tahun 2024, program Adolescent Girls and Young Women (AGYW) telah menjangkau 712 perempuan muda, dengan 10 orang dirujuk untuk tes kesehatan.

GKI menyambut baik program ini dan berharap dapat diperluas ke klasis lainnya, mengingat banyak jemaat GKI yang meninggal akibat HIV. Untuk meningkatkan efektivitas sosialisasi, Bapak Rasmus menyarankan agar kader gereja melakukan pendekatan dalam kelompok kecil (sel/KSP) daripada setelah ibadah besar.

Selain itu, pendeta dan staf di kantor klasis juga telah menjalani tes HIV sebagai bagian dari kesadaran kesehatan. IAC akan mengirimkan draft MoU untuk memperkuat kerja sama di tahun 2025.

Terakhir, Dinas Kesehatan Kota Jayapura menyoroti perlunya pendampingan bagi masyarakat umum, bukan hanya populasi kunci. Mereka mengusulkan agar organisasi keagamaan, kemahasiswaan, dan kelompok disabilitas juga terlibat dalam mendampingi pasien HIV.

Dinkes juga menggarisbawahi tantangan budaya di Papua, di mana pembicaraan tentang HIV sering kali sulit dilakukan di ruang publik. Oleh karena itu, sosialisasi lebih efektif dalam forum kecil, seperti kelompok perempuan atau komunitas lokal.

Artikel terkait  Community Delegation to the Board of the Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis, and Malaria Retreat 2015

Selain itu, Dinkes menekankan pentingnya memperjelas terminologi dalam program ini, khususnya mengenai istilah ‘kader.’ Beberapa aktivis lebih nyaman disebut sebagai ’pendamping,’ sedangkan istilah ’kader’ lebih berkelanjutan dalam sistem kesehatan masyarakat.

Sebagai penutup, IAC memaparkan model Comprehensive Sexuality Education (CSE) untuk Tanah Papua, yang melibatkan dua kelompok kader utama:

  1. Kader Gereja – Fokus pada sosialisasi HIV bagi remaja perempuan (15-24 tahun) dan rujukan tes kesehatan.
  2. Kader PKK – Menjangkau perempuan usia produktif (25-49 tahun) dan melakukan pemetaan ibu hamil dan balita di desa-desa.

Setiap kader gereja dan PKK akan menerima insentif bulanan, dengan tambahan jika berhasil merujuk orang untuk melakukan tes HIV.

Dinkes menyarankan agar kader perempuan tidak hanya berasal dari PKK, tetapi juga melibatkan tokoh agama, tokoh adat, dan Orang Asli Papua (OAP). Namun, tantangan utama adalah keterbatasan anggaran Dinkes untuk pertemuan multistakeholder. Oleh karena itu, PKBI Papua akan berkoordinasi dengan Dinkes untuk mengadakan pertemuan ini melalui skema District Task Force (DTF).

Kunjungan ini menghasilkan beberapa langkah konkret yang melibatkan: 1) Gereja Advent Sinode; 2) Dinkes Provinsi Papua; 3) GKI Klasis Port Numbay; 4) Dinkes Kota Jayapura; serta 5) PKBI Papua. Melalui kolaborasi ini, diharapkan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV di Papua dapat menjadi lebih efektif, inklusif, dan berkelanjutan.

 

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

On Key

Related Posts

Publikasi

SPM Bidang Kesehatan Mengalami Perubahan

Kemenkes telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2016 tentang SPM Bidang Kesehatan yang memuat 12 jenis pelayanan dasar yang harus dilakukan Pemerintah Kabupaten/Kota,

Read More »
image: http://patricmorgan.co.uk
Publikasi

Pediatric HIV Symposium

Berikut ini adalah materi presentasi dari HIV Pediatric Symposium pada tanggal 14 Agustus 2014 yang diadakan oleh Yayasan Spiritia Kasus HIV pada Anak: Isu Psikososial

Read More »

want more details?

Fill in your details and we'll be in touch