075668500_1420777430-obat-pil

KOM Minta Pansus RUU Paten Utamakan Nyawa Dibanding Profit!

PRESS RELEASE

Untuk disebarluaskan

KOM minta Pansus RUU Paten utamakan nyawa dibanding profit!

Kelompok pasien penyakit yang dimotori oleh Koalisi Obat Murah (KOM), meminta kepada Pansus DPR yang sedang membahas Rancangan Undang-Undang tentang Paten untuk lebih mengedepankan hak rakyat atas obat murah dibanding mengutamakan keuntungan perusahaan farmasi pemilik paten semata.

Sudah menjadi fakta umum bahwa komponen harga obat itu menghabiskan biaya hingga 70% dari komponen biaya perawatan pasien ketika sakit. Hal ini dikarenakan seringkali pasien tidak memiliki pilihan obat lain selain membeli obat versi paten dikarenakan ketiadaan obat versi generik. Ketiadaan obat versi generik disebabkan oleh adanya Hak Paten yang memberikan hak penuh kepada perusahaan pemilik paten untuk menetapkan harga dan melarang kehadiran obat versi generik sebagai kompetitornya.

Saat ini, RUU Paten yang merupakan usulan dari pemerintah dan masuk dalam Program Legislatif Nasional Prioritas 2015 telah memasuki masa pembahasan di Pansus DPR. Proses ini dipandang sebagai sebuah proses yang strategis jika Indonesia benar-benar ingin melindungi kepentingan rakyatnya akan akses obat murah.

Juru bicara Koalisi Obat Murah, Aditya Wardhana mengatakan bahwa Pansus RUU Paten perlu dengan seksama mengkaji dampak dari RUU yang sedang dibahasnya ini dengan kepentingan program kesehatan nasional.

“Kehadiran obat murah telah merubah situasi program kesehatan di banyak negara. Kita belajar dari program penanggulangan HIV dan AIDS dimana hadirnya obat generik guna terapi pasien dengan HIV dan AIDS (ODHA) telah mampu menurunkan tingkat kematian pada ODHA. Kehadiran obat murah ini juga didambakan oleh pasien Kanker, Hepatitis, Diabetes, Hipertensi dan banyak penyakit lainnya.” menurut Aditya Wardhana, Juru Bicara Koalisi Obat Murah.

Aditya yang juga bekerja sebagai Direktur Eksekutif LSM Indonesia AIDS Coalition juga menambahkan bahwa argumentasi bahwa UU Patent diperlukan untuk melindungi inventor atau penemu asal Indonesia guna memberikan reward atas penemuannya juga merupakan sebuah argumentasi yang tidak berdasar. Hal ini dikarenakan yang pertama, hanya sedikit dari pemilik paten ini yang pemiliknya adalah asli orang Indonesia serta yang kedua, hanya sedikit dari pemberian paten ini yang diberikan untuk hal-hal yang sifatnya benar-benar penemuan baru.

“Perusahaan pemilik patent yang umumnya perusahaan farmasi raksasa ini sangat curang. Misalnya, mereka merubah dari bentuk kapsul menjadi bentuk sirup lalu ini didaftarkan sebagai sebuah temuan baru sehingga akhirnya mendapatkan masa pertambahan waktu perlindungan Paten,” tambah Aditya.

Koalisi Obat Murah meminta agar pansus DPR untuk RUU Paten ini bertindak jeli sebelum melangkah jauh dalam kesalahan fatal yang akhirnya akan menyulitkan Indonesia mendapatkan akses obat generic murah.

Berdasarkan analisa KOM, ada beberapa klausul dalam RUU Paten ini yang berpotensi menghambat akses pasien di Indonesia dalam mendapatkan obat murah.

Yang pertama terkait dengan frase ‘kepentingan nasional yang mendesak’ yang dalam RUU Paten ini penjabarannya hanya disempitkan menjadi hanya penyakit yang menyebabkan endemik atau penyakit menular. Hal ini bertentangan dengan data dari Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan oleh Kemenkes dimana menunjukan bahwa dari 10 penyakit yang menyebabkan kematian dan kesakitan tertinggi di Indonesia adalah penyakit tidak menular. Adanya penyempitan makna dalam RUU Paten ini akan membatasi akses ke obat-obatan generik berkualitas bagi penyakit kanker, jantung, hipertensi, diabetes dan penyakit tidak menular lainnya.

Pasal lain yang dipandang menjadi penghambat adalah masih tidak jelasnya mekanisme mengenai penggunaan paten oleh pemerintah. Fleksibilitas penggunaan paten oleh pemerintah inilah yang selama ini telah memungkinkan Indonesia mendapatkan akses obat terapi HIV dan AIDS generik yang murah.  “Semestinya, klausul mengenai penggunaan paten oleh pemerintah ini diperjelas dan levelnya cukup di Menteri saja sebab ketika ini diletakkan di level presiden maka akan menimbulkan proses yang cukup panjang dan berpotensi pengajuan ini menghilang di tengah jalan,” tambah Aditya.

Ia pun menambahkan, mekanisme terkait bolar provision yang memungkinkan sebuah temuan digunakan guna keperluan ilmu pengetahuan tidak perlu dibatasi hanya 3 tahun sebelum masa paten berakhir sebab hal ini akan menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam melakukan pengembangan lebih lanjut dalam menemukan obat-obatan lokal.

Pembahasan RUU ini menjadi sebuah uji publik apakah DPR berpihak pada kepentingan rakyat Indonesia atau kepentingan korporasi farmasi pemegang paten.

Untuk informasi lebih lanjut: Aditya Wardhana, 0811 99 393 99.

Share this post

On Key

Related Posts

Publikasi

SPM Bidang Kesehatan Mengalami Perubahan

Kemenkes telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2016 tentang SPM Bidang Kesehatan yang memuat 12 jenis pelayanan dasar yang harus dilakukan Pemerintah Kabupaten/Kota,

Read More »
Artikel

Pelatihan R-CAD bagi SR dan SSR

Setelah terpilih menjadi Principal Recipient (PR) dari the Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis, & Malaria (GF-ATM), Indonesia AIDS Coalition (IAC) mengampu beberapa program besar.

Read More »

want more details?

Fill in your details and we'll be in touch