http://prostitutescollective.net

Kriminalisasi Pelanggan Pekerja Seks Bahayakan Respons AIDS

PRESS RELEASE

Kriminalisasi Pelanggan Pekerja Seks Bahayakan Respons AIDS

Saat ini sedang berkembang wacana untuk melakukan kriminalisasi terhadap pelanggan pekerja seks. Wacana ini berkembang sehubungan dengan makin meningkatnya angka kasus infeksi HIV di kalangan Ibu Rumah Tangga yang disinyalir tertular dari pasangannya yang menjadi pelanggan pekerja seks. Dengan melakukan kriminalisiasi, diharapkan terbangun kesadaran untuk tidak melakukan transaksi seksual dan pelan-pelan pelacuran bisa menghilang.

Data kasus AIDS sendiri yang dilansir oleh Kemenkes pada awal 2012 mencatat bahwa sampai dengan tahun 2012 didapati ada 2298 kasus AIDS yang berasal dari Ibu Rumah Tangga. Bila dilihat pertambahan jumlah setiap tahunnya pun ditemukan peningkatan angka kasus AIDS pada Ibu Rumah Tangga mulai dari 264 kasus pada tahun 2009, 674 kasus pada 2010 dan 622 kasus pada 2011. Makin meningkatnya angka kasus pada Ibu Rumah Tangga inilah yang kemudian memicu wacana akan perlunya mengkriminalkan pelanggan pekerja seks sebab diduga menjadi pintu masuk HIV ke kalangan Ibu Rumah Tangga.

Wacana itu mendapat tentangan keras dari para penggiat program penanggulangan AIDS baik dari kalangan dokter, ahli kesehatan masyarakat, aktivis sampai dengan ODHA. “Menggunakan pendekatan kriminalisasi untuk memutus mata rantai penularan HIV dari komunitas pekerja seks itu tindakan yang salah alamat. Hal ini didasari rasa frustasi akibat progres yang kita harapkan masih lambat untuk bisa dikatakan tercapai,” kata Aditya Wardhana, Direktur Eksekutif dari LSM Indonesia AIDS Coalition. Tidak ayal Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, Dr Kemal Siregar pun dalam releasenya yang beredar di Youtube menyatakan bahwa KPAN tidak mendukung wacana ini sebab membahayakan program penanggulangan AIDS. KPAN berpegangan bahwa upaya de-kriminalisasi harus selalu di dahulukan guna mengangkat setiap manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya.

“Mengkriminalisasi pelanggan pekerja seks tidak menyelesaikan masalah pelacuran yang terjadi sudah ratusan tahun di Indonesia. Hal ini karena kriminalisasi tidak menyelesaikan akar permasalahan dari timbulnya pekerja seks itu sendiri yang kita tahu disebabkan oleh situasi pemiskinan, korban perdagangan orang, tidak meratanya akses pendidikan bagi perempuan sampai dengan tidak bisa dipungkiri ada sebagian kecil dari pekerja seks yang memang memilih menjalankan profesi itu.” tambah Aditya. “Belum lagi ditambah dengan situasi masyarakat yang patriarkal akan membuat lagi-lagi perempuan; baik perempuan pekerja seks maupun Ibu Rumah Tangganya sendiri akan menjadi tumpuan kesalahan dan bukannya pelanggan pekerja seks yang ditargetkan dalam wacana yang umumnya adalah laki-laki,” pungkas Aditya.

Terkait dengan penularan HIV, Global Commission on HIV and the Law, sebuah Komisi yang mengadvokasi persoalan-persoalan HIV, kesehatan masyarakat, hukum dan pembangunan yang beranggotakan 14 tokoh terkemuka yang dipimpin oleh Fernando Henrique Cardoso, mantan presiden Brasil pada bulan Juli 2012 kemarin mengeluarkan sebuah laporan yang berjudul Risks, Rights and Health guna menyoroti situasi HIV dilihat dari perspektif hukum. Salah satu temuannya mengatakan, di banyak negara, hukum (baik yang terdapat di buku atau di jalan) tidak memanusiakan orang-orang yang paling berisiko HIV: pekerja seks, transgender, pelaku hubungan seks sesama pria (MSM), pengguna obat-obatan, tahanan dan migran.

Alih-alih memberikan perlindungan, hukum justru menjerumuskan populasi kunci ini semakin rentan HIV. Hal ini membuat Komisi Global ini dalam salah satu rekomendasinya menegaskan untuk menghilangkan kriminalisasi terhadap perilaku seksual dewasa pribadi dan konsensus, termasuk tindakan seksual sejenis dan kerja seks sukarela. Berkaca pada laporan global tersebut, tampak jelas bahwa wacana kriminalisasi pelanggan pekerja seks akan membawa dampak berbahaya bagi program penanggulangan AIDS di Indonesia. “Laporan Global Commission on HIV and the Law itu dibuat berdasarkan bukti-bukti nyata akan pengalaman banyak negara di dalam mengatasi epidemi AIDS di negaranya. Jadi sungguh salah kaprah jika Indonesia malah ingin menerapkan kebijakan yang sudah terbukti di negara lain kontra produktif dengan upaya program penanggulangan AIDS,” tutup Aditya.

Contact Person: Aditya Wardhana, Direktur Eksekutif, Indonesia AIDS Coalition: 0858 147 147 69

Link referensi: – Pernyatan Sekretaris KPAN menyikapi wacana Kriminalisasi Pelanggan Pekerja Seks http://www.youtube.com/watch?v=LW0-Lr4H0nM – Global Commission on HIV and The Law http://www.hivlawcommission.org/index.php/report

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

On Key

Related Posts

Artikel

Memahami HAM dari Kisah Diri

Dari Seksualitas ke Pengantar HAM Pukul satu siang, Kamis 24 Mei 2012, di ruangan beralas karpet, tak kurang dari 15 orang duduk melingkar. Mereka mantan

Read More »
Job Vacancy General Affair Officer
Lowongan Kerja

Vacancy General Affairs Officer

Sejak didirikan di tahun 2011, Indonesia AIDS Coalition mempunyai tujuan utama untuk mempromosikan tata Kelola program penanggulangan HIV dan AIDS yang lebih baik guna menciptakan

Read More »
Lowongan Kerja

Vacancy Konsultan untuk Project SHIFT

  I. Latar Belakang Dalam penilaian eligibilitas terakhir Global Fund, Indonesia, sebuah negara berpenghasilan menengah, dianggap memenuhi syarat untuk mendapatkan dukungan Global Fund dan tidak

Read More »

want more details?

Fill in your details and we'll be in touch