Sejak kasus HIV pertama kali dilaporkan pada tahun 1987 di Indonesia, epidemi AIDS terus menyebar secara luas, dengan estimasi 503.261 ODHIV berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan tahun 2024. Penyakit HIV dan AIDS merupakan epidemi global yang telah berlangsung selama beberapa dekade. Di Indonesia, penyakit HIV dan AIDS telah menjadi perhatian serius dari para pemangku kepentingan, utamanya di sektor kesehatan. Virus HIV dapat menginfeksi siapa saja, tidak terkecuali perempuan dan anak-anak.
Data dari Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa terdapat 12.553 Anak dengan HIV (ADHIV) dalam kurun waktu tahun 2010-2022. Berdasarkan jumlah, infeksi HIV mayoritas terdeteksi pada anak umur < 4 tahun dengan jumlah 4.764 anak. Jumlah tersebut meningkat menjadi 14.150 ADHIV di tahun 2023. Menurut Kementerian Kesehatan, pertambahan kasus adalah sekitar 700-1.000 anak per tahun. Adapun beberapa kendala yang teridentifikasi sehubungan dengan ADHIV adalah ketidaksetaraan layanan HIV, khususnya untuk perempuan, anak, dan remaja; stigma dan diskriminasi; serta terbatasnya opsi ARV yang ramah anak.
Di sisi lain, upaya penanganan Perempuan dengan HIV (PDHIV) juga tidak lepas dari sejumlah tantangan. Data dari Kementerian Kesehatan menemukan bahwa per bulan September 2024, 29% dari total ODHIV adalah perempuan. Selain stigma dan kurangnya akses ke layanan perawatan & dukungan HIV, juga terdapat risiko sehubungan dengan penularan ke anak. Kementerian Kesehatan mencatat hanya 55% dari ibu hamil yang dites HIV. Dari jumlah tersebut 7.153 positif HIV, dan 76% belum mengakses ARV, yang dikhawatirkan dapat meningkatkan risiko penularan ke bayi.
Adapun, dalam konteks Provinsi Papua Barat dan Papua Barat Daya, masih ditemukan sejumlah tantangan. Utamanya adalah terkait ketersediaan data. Data terbaru dari Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat menyatakan bahwa estimasi kasus HIV di kedua provinsi pada tahun 2023 adalah 20.045, dengan prevalensi HIV sebanyak 2,3%. Namun tidak ditemukan data yang secara khusus menyasar kepada perempuan dan anak. Oleh karena itu, diperlukan studi terkait pengumpulan data dan informasi situasi perempuan dan anak dengan HIV khususnya di daerah fokus yaitu Kabupaten Manokwari – Papua Barat dan Kota Sorong – Papua Barat Daya untuk dapat menentukan besaran masalah; mengidentifikasi masalah yang dihadapi oleh perempuan, keluarga, dan masyarakat dalam merespon masalah; mengidentifikasi respons dari sektor kesehatan dan masyarakat; serta memberi rekomendasi kepada pemerintah, LSM, dan mitra kerja sama lain mengenai strategi yang tepat untuk mendukung dan meningkatkan situasi anak dan perempuan yang hidup dengan HIV dan AIDS di Kabupaten Manokwari.
Untuk itu, pada tanggal 5-8 Februari 2025, Indonesia AIDS Coalition (IAC) menyelenggarakan kegiatan yang bertajuk ‘Pelatihan Petugas Kesehatan Komunitas Proyek CHAMPION-ID’ di Kota Sorong. Tujuan dari proyek CHAMPION-ID adalah meningkatkan akses perawatan dan memberdayakan komunitas untuk mendukung perempuan hamil dan anak-anak yang terdampak oleh HIV dan AIDS. Wilayah implementasi dari proyek tersebut adalah Kota Sorong, Kabupaten Manokwari, Kota Bandung, dan Kabupaten Indramayu.
Sebagaimana yang telah disinggung, salah satu tantangan terbesar dalam upaya penanggulangan HIV adalah terkait pencegahan penularan dari ibu ke anak (PPIA). CHAMPION-ID menargetkan perempuan hamil dan menyusui dengan tingkat kesadaran kesehatan yang rendah dan anak-anak berisiko tertular HIV dalam kelompok usia 0-14 tahun dan 15-19 tahun. Melalui intervensi yang tepat, risiko penularan dapat ditekan hingga 50%, sehingga memberikan harapan bagi generasi mendatang untuk hidup lebih sehat.
Upaya ini melibatkan berbagai strategi, termasuk:
- Edukasi dan Konseling: Mengurangi stigma dan diskriminasi melalui peningkatan pemahaman masyarakat mengenai HIV.
- Pendekatan di Posyandu: Memasukkan skrining HIV ke layanan posyandu untuk meningkatkan deteksi dini.
- Dukungan untuk Ibu Positif HIV: Memberikan pendampingan intensif bagi ibu hamil yang terinfeksi HIV.
Namun, beberapa kendala masih dihadapi, seperti kurangnya edukasi, keterbatasan stok obat ARV, serta tantangan birokrasi dalam mendapatkan layanan kesehatan yang optimal.
Adapun, untuk memastikan intervensi yang efektif, proyek ini melakukan pemetaan wilayah guna mengidentifikasi komunitas dengan tingkat kesadaran kesehatan yang rendah. Di Sorong Timur, terdapat sekitar 18 posyandu yang menjadi fokus utama dalam upaya penjangkauan. Sementara jumlah rata-rata posyandu adalah 15 di masing-masing wilayah Kota Sorong.
Langkah-langkah yang dilakukan meliputi:
- Identifikasi Wilayah Prioritas: Menggunakan sistem pemetaan berbasis warna (merah, kuning, dan hijau) untuk menentukan tingkat kesadaran masyarakat.
- Puskesmas Keliling (Puskeling): Layanan kesehatan bergerak untuk menjangkau ibu hamil yang kesulitan mengakses fasilitas kesehatan.
- Pendekatan Berbasis Komunitas: Melibatkan tokoh agama dan masyarakat dalam edukasi dan pendampingan ibu hamil.
Proyek ini juga berusaha membangun rasa kepemilikan di komunitas melalui inisiatif Village Saving and Loan Association (VSLA), yang secara sederhana, berfungsi sebagai wadah menabung dan simpan pinjam bagi perempuan.
Untuk memastikan kualitas layanan, IAC juga mengimplementasikan inisiatif Community Led Monitoring (CLM). CLM adalah sistem pemantauan berbasis komunitas yang memungkinkan penerima manfaat memberikan untuk masukan terkait layanan kesehatan yang mereka terima. Per tahun 2024, data CLM dikumpulkan secara digital melalui QR code dengan tautan Gform yang ditempelkan di lokasi layanan. Saat ini, CLM telah diimplementasikan di 10 layanan kesehatan di Kota Sorong dan 5 layanan di Kabupaten Manokwari.
Dengan kehadiran dari proyek CHAMPION-ID, diharapkan semakin banyak ibu hamil dan anak-anak dengan HIV yang mendapatkan akses ke perawatan yang layak. Melalui kerja sama antara komunitas, tenaga medis, dan pemerintah, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan mendukung bagi mereka yang hidup dengan HIV!