Jan_20-22_Pic

Project Visit Gender-Based Violence di Kota Sorong

Pada tanggal 20-22 Januari 2025, tim dari Indonesia AIDS Coalition (IAC) mengunjungi Kota Sorong untuk memperkuat kolaborasi dalam penanggulangan Kekerasan Berbasis Gender (KBG) dan HIV dan AIDS. Kunjungan ini mencakup koordinasi dengan berbagai pihak, seperti YAPARI, Dinas Kesehatan Kota Sorong, serta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak (DP3A) guna memahami tantangan di lapangan dan menyusun langkah-langkah strategis ke depan.

Tim IAC mengawali kunjungan dengan mengunjungi kantor Yayasan Papua Lestari (YAPARI), sebuah organisasi yang berperan dalam penanganan KBG dan HIV dan AIDS di Sorong. Beberapa tantangan yang diidentifikasi meliputi:

  1. Keterlibatan Kader DP3A – Kader DP3A memiliki peran ganda sebagai kader Posyandu dan Ketua RT, tetapi keterbatasan transportasi dan kurangnya kader di beberapa daerah masih menjadi kendala utama.
  2. Focused Group Discussion (FGD) – Diskusi Kota Sorong ke-14 menunjukkan partisipasi tinggi dari ibu rumah tangga dan pemuda, tetapi perlu evaluasi lebih lanjut terhadap materi dan dampaknya.
  3. Task Force – Kendala utama di lapangan adalah sulitnya komunikasi dalam pelaporan kasus kekerasan, juga keterbatasan transportasi yang menghambat respons cepat.
  4. Administrasi – Mayoritas peserta belum memiliki rekening, sehingga sosialisasi mengenai pentingnya rekening bank perlu ditingkatkan.
  5. Pendanaan – Diperlukan eksplorasi sumber pendanaan lain untuk mengatasi keterbatasan anggaran dan perpanjangan waktu donasi.
Artikel terkait  Kunjungan ke LSM Pelita Tegal dalam Program PMTS LKB SUFA Dukungan IPF

Kunjungan ke Dinas Kesehatan Kota Sorong bertujuan untuk mengevaluasi akses layanan kesehatan, khususnya bagi kelompok rentan seperti perempuan hamil, menyusui, dan anak-anak. Beberapa temuan utama dalam kunjungan ini antara lain:

  • Sorong memiliki populasi sekitar 285 ribu jiwa, dengan 10 distrik dan 10 puskesmas, serta rencana pembangunan satu puskesmas tambahan.
  • Program kesehatan masih berfokus pada populasi kunci (seperti pekerja seks dan pengguna narkoba suntik), sementara upaya untuk menjangkau populasi umum masih pada tahap awal.
  • Kolaborasi internasional, seperti program yang didanai oleh Canada Fund Local Initiatives (CFLI), menunjukkan potensi besar dalam mendukung hak reproduksi perempuan dan pencegahan KBG. Namun, hingga saat ini belum ada implementasi program yang berfokus pada kesetaraan gender di Sorong.
  • Tantangan budaya dan sosial, seperti budaya patriarki dan hukum adat yang masih kuat, menjadi hambatan besar dalam pencegahan KBG.
  • Kurangnya data komprehensif mengenai prevalensi KBG dan HIV dan AIDS di masyarakat umum membuat perencanaan program kurang optimal.

Dalam FGD Kota Sorong ke-14, terungkap bahwa banyak masyarakat belum memahami konsep KBG secara luas. Mereka lebih familiar dengan istilah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Beberapa faktor utama yang memperburuk kasus KBG di Papua adalah:

  1. Persepsi gender yang salah, yang meningkatkan kekuasaan satu pihak dalam hubungan.
  2. Label budaya kekerasan, yang menganggap bahwa orang Timur lebih ’keras.’
  3. Faktor eksternal, seperti kemiskinan, pernikahan dini, konsumsi alkohol, dan budaya patriarki yang memperparah KBG.
Artikel terkait  Pertemuan Nasional Evaluasi dan Koordinasi Program Implementasi Kontrak Sosial Tahun 2022-2023

Kasus-kasus yang menarik perhatian dalam FGD ini mencakup:

  • Kekerasan seksual ekstrem terhadap pekerja seks, termasuk kasus pembunuhan.
  • Pelecehan seksual terhadap anak oleh orang terdekat, yang menunjukkan tingginya tingkat kerentanan anak-anak.
  • Peran keluarga yang tidak mendukung korban, bahkan dalam beberapa kasus, orang tua memanfaatkan situasi untuk keuntungan pribadi.

Dalam Task Force Meeting, ditemukan bahwa meskipun sosialisasi mengenai pelaporan kasus KBG telah dilakukan, belum ada solusi konkret dari kelurahan. Selain itu, tokoh agama yang mencoba membantu korban sering mendapat ancaman dari pelaku maupun lingkungan, mengingat hukum adat masih sangat kuat.

Pemerintah telah membentuk Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) untuk menangani kasus KBG, termasuk memberikan pendampingan psikologis dan pendidikan bagi anak korban kekerasan. Namun, petugas UPTD juga sering mendapat ancaman dari pelaku, sehingga proses penyelesaian kasus menjadi semakin sulit. Selain itu, kurangnya fasilitas perlindungan seperti rumah aman dan petugas keamanan menjadi kendala utama dalam melindungi korban dan tenaga pendamping.

Dari berbagai temuan selama kunjungan, beberapa rekomendasi penting diajukan kepada Dinas Kesehatan, DP3A, Task Force, dan YAPARI untuk meningkatkan efektivitas program. Melalui rekomendasi-rekomendasi tersebut, diharapkan upaya penanganan KBG dan penanggulangan HIV dan AIDS di Kota Sorong dapat berjalan lebih efektif, berkelanjutan, dan memberikan dampak nyata bagi masyarakat.

Artikel terkait  2nd Regional CLM Workshop

 

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

On Key

Related Posts

Artikel

Sosialisasi Sobat Sehat

Pada hari Rabu hingga Jumat, tanggal 5 hingga 7 April 2023, perwakilan Indonesia AIDS Coalition (IAC) melakukan kegiatan pengenalan dan pengembangan aplikasi Sobat Sehat di

Read More »
Publikasi

Apa Itu Global Fund CCM

Pengantar singkat mengenai Global Fund CCM Artikel terkait  Pertemuan Awal Tahun Koalisi Obat Murah (KOM): Kolaborasi untuk Akses ke Obat yang Berkeadilan di Indonesia

Read More »
Publikasi

Laporan Audit Keuangan IAC Periode 2018

Sebagai sebuah lembaga yang bekerja mempromosikan transparansi dan akuntabilitas didalam program penanggulangan AIDS, Lembaga Indonesia AIDS Coalition (IAC) menyadari sekali pentingnya arti transparansi dan akuntabilitas

Read More »

want more details?

Fill in your details and we'll be in touch