adhiv masa depan indonesia

ADHIV: Masa Depan Indonesia Juga Berada dalam Genggaman Mereka

Sesuai namanya, ADHIV atau Anak Dengan HIV merupakan Orang Dengan HIV (ODHIV) yang berada di rentang usia 0 – 14 tahun. Di umur yang masih belia, ada berbagai hal yang melatarbelakangi penularan HIV kepada mereka, seperti dari ibu dengan HIV yang belum mengakses pengobatan pada masa sebelum kehamilan, sehingga jumlah virus dalam tubuhnya masih terdeteksi.

Data dari Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa pada rentang tahun 2010 – 2022, diperkirakan terdapat 12,553 ADHIV. Namun, dalam kurun waktu tersebut, hanya 62% atau sekitar 7,781 ADHIV yang menjalani pengobatan. Berdasarkan jumlah, mayoritas infeksi HIV terdeteksi pada anak-anak yang berusia kurang dari 4 tahun—dengan total hingga sebanyak 4,764 kasus. Hal ini menunjukan bahwa masih terdapat kesenjangan yang signifikan pada perawatan ADHIV di Indonesia.

Angka ADHIV di Indonsia juga mengalami kenaikan hingga mencapai 14,150 kasus di tahun 2023. Menurut Kementerian Kesehatan, peningkatannya berada di sekitar angka 700 – 1,000 anak per tahunnya. Sementara terkait deteksi, Kementerian Kesehatan juga mencatat hanya 55% ibu hamil yang dites HIV. Untuk sisanya, sebagian besar alasannya karena tidak mendapat izin dari suami. Dari jumlah tersebut, sebanyak 7,153 orang positif HIV—dengan 76% belum mendapatkan akses pengobatan ARV. Hal ini dikhawatirkan dapat meningkatkan risiko penularan pada bayi, yang kemudian akan lahir dengan HIV.

Pemerintah memiliki regulasi terkait ADHIV yang diberlakukan melalui Permenkes No. 23 Tahun 2022, mengenai Penanggulangan HIV, AIDS, dan IMS.

SUMBER PERMENKES NO. 23 TAHUN 2022
SUMBER PERMENKES NO. 23 TAHUN 2022

Pun demikian, dibandingkan dengan populasi anak, jumlah ADHIV di Indonesia terhitung relatif sedikit. Hal inilah yang juga menjadi salah satu kendala dalam pengadaan ARV yang ramah anak.

Istilah ‘ramah anak’ sendiri merujuk pada ukuran, rasa, dan bentuk sediaan dari

ARV; yang mana ARV untuk ODHIV dewasa tidak bisa secara langsung dikonsumsi oleh ADHIV. ADHIV yang mengonsumsi ARV dewasa melakukannya dengan berbagai cara; misalnya dengan membelah pil ARV menjadi dua atau menggerusnya, mengonsumsi ARV sirup dengan tambahan pelarut 40% alkohol, atau ARV racikan–yang membutuhkan biaya tambahan, ataupun dosis yang tidak selalu tepat.

Sebuah penelitian mengenai kualitas hidup komunitas ADHIV di Indonesia menemukan bahwa ADHIV rentan mengalami masalah emosional, perilaku, dan juga pergaulan. Terkait usia dan rentang waktu sakit, berdasarkan penilaian orang tua, sebanyak 41% dari subjek penelitian ini memiliki kualitas hidup yang rendah— dan sebanyak 30% lainnya dari penilaian anak itu sendiri.

Isu psikososial juga menjadi tantangan bagi komunitas ADHIV. Beberapa contoh adalah perasaan takut atau tidak adanya penerimaan diri, minimnya pemahaman mengenai HIV dan manfaat dari konsumsi ARV, kepercayaan diri yang rendah, gaya hidup yang tak teratur—terutama bagi remaja—serta treatment fatigue, atau rasa lelah mengkonsumsi obat setiap harinya. Belum lagi persoalan stigma yang beredar di lingkungan masyarakat, di mana hal tersebut menjadi faktor yang berperan cukup signifikan dalam kehidupan sehari-hari bagi komunitas ADHIV.

Beberapa kendala lain yang lebih luas terkait ADHIV, di antaranya adalah ketidaksetaraan dan terbatasnya akses terhadap pelayanan medis, khususnya bagi perempuan, anak, dan remaja—terbukti dari terhambatnya pengadaan pARV dan minimnya jumlah mesin EID di Indonesia; kurangnya dukungan psikososial; serta stigma yang beredar di masyarakat, yang kemudian berkembang menjadi diskriminasi bagi komunitas ADHIV di Indonesia.

Demikianlah program CHILD-LIFE dilangsungkan sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan ADHIV di Indonesia. Kami percaya bahwa semua anak memiliki hak yang setara untuk dapat hidup dengan sehat dan layak, karena di masa depan, mereka lah yang kelak akan menjadi penerus Bangsa Indonesia. Kami dengan sepenuh hati akan membantu ADHIV untuk bisa mendapatkan apa yang menjadi hak mereka; melalui advokasi dengan aliansi nasional dan para pembuat kebijakan, kami berupaya untuk mendorong pengadaan obat HIV yang ramah anak (pARV) dan distribusi merata ke seluruh wilayah Indonesia.

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

On Key

Related Posts

Publikasi

Siapa IAC

Indonesia AIDS Coalition ( IAC ) adalah sebuah organisasi berbasis komunitas yang bekerja sama dengan para pemangku kepentingan untuk meningkatkan transparansi , akuntabilitas dan partisipasi

Read More »
Artikel

Pelatihan R-CAD bagi SR dan SSR

Setelah terpilih menjadi Principal Recipient (PR) dari the Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis, & Malaria (GF-ATM), Indonesia AIDS Coalition (IAC) mengampu beberapa program besar.

Read More »

want more details?

Fill in your details and we'll be in touch