Kebijakan Diskriminatif Bagi LGBTIQ

Bersama Melawan Kebijakan Diskriminatif Bagi LGBTIQ

Setiap tanggal 17 Mei seluruh dunia merayakan International Day Against Homophobia, Biphobia, Intersexism and transphobia (IDAHOBIT). Dalam peringatan ini, seluruh dunia berkeinginan agar semua menjamin martabat setiap orang untuk bebas dari segala bentuk kebencian seperti kekerasan, diskriminasi dan pelecehan. UN Women dalam pernyataan sikapnya pada 16 Mei 2022 dalam peringatan Hari IDAHOBIT menyatakan menentang Homofobia, Bifobia, Interseksfobia, dan Transfobia sesuai dengan tema Tubuh Kita, Hidup Kita, Hak Kita.

Peringatan IDAHOBIT pertama kali dilakukan secara internasional pada tahun 2004 untuk mendapatkan perhatian dari para pengambil kebijakan, politisi, pemerintahan, dan masyarakat agar menghilangkan atau menghapuskan rasa kebencian terhadap LBGTIQ. Di Indonesia sendiri, IDAHOBIT mulai diperingati sejak tahun 2007 dan dilakukan secara serentak di kota-kota besar Indonesia seperti Jakarat, Yogyakarta, Surabaya dan Purwokerto.

Kondisi LGBTIQ selama ini kerap mendapatkan kekerasan, penangkapan dan pembubaran kegiatan atau forum yang diadakan oleh kelompok LGBTIQ. Kebencian dan kekerasan ini dilakukan terhadap kelompok LGBTIQ di ranah privat maupun public, dalam bentuk kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan domestic, bullying yang mengakibatkan drop out sekolah, pemecatan dari tempat kerja hingga perkosaan. Kebijakan Diskriminatif Bagi LGBTIQ masih jauh dari harapan.

Artikel terkait  Akses Keadilan Untuk Kelompok Rentan

Di sisi lain, negara yang seharusnya hadir untuk melindungi malah tidak melakukan kewajibannya. Kewajiban perlindungan itu dicantumkan dalam konstitusi tepatnya pada Bab XA tentang Hak Asasi Manusia (HAM) mulai dari Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J.[1] Selain itu, Indonesia juga memiliki Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang telah dibuat dengan tujuan untuk mengemban tanggung jawab moral dan hukum untuk menjunjung tinggi dan melaksanakan Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia yang telah ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).[2]

Meskipun demikian, dalam tingkatan daerah masih terdapat kebijakan-kebijakan yang malah bertentangan dengan HAM, di beberapa kasus kelompok LGBT justru dimasukan ke dalam pasal sebagai sebuah larangan. Belum lama kita mengetahui bahwa Wali Kota Bogor mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perilaku Penyimpangan Seksual. Perda ini dinilai diskriminatif terhadap kelompok LGBTIQ karena secara terang-terangan menyasar orang yang memiliki orientasi seks seperti Homoseksual, lesbian, biseksual, dan transgender.[3]

Artikel terkait  Setelah MDGs: Visi People's Health Movement (PHM) untuk Pendekatan Holistik dalam Pembangunan Kesehatan

Selain itu, dalam perda ini juga disebutkan bahwa partisipasi masyarakat dalam melakukan penanggulangan sangat dibutuhkan. Hal ini tentunya menimbulkan kehawatiran akan terjadinya persekusi terhadap kelompok LGBTIQ.[4] Kehawatiran lain datang dari daerah Cianjur di mana Bupati Cianjur mengeluarkan Surat Bupati bernomor 400/5368/Kesra untuk disebarkan ke seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Cianjur. Surat itu berisikan permintaan Bupati Cianjur agar setiap masjid jami di Seluruh Kabupaten Cianjur dapat menyampaikan khotbah dengan materi terkait LGBT.[1]

Yang paling terbaru kasus diskriminasi terjadi di Kota Makasar. Wali Kota Makasar secara terang-terangan memberikan pernyataan berupa ancaman pembubaran terhadap berbagaimacam acara LGBT. Kebijakan-kebijakan diskriminatif di tingkat daerah ini tentunya bertentangan dengan kaidah-kaidah HAM yang ada di kontitusi dan UU kita. Imbasnya tentu dari diskriminasi yang telah terjadi timbul sebuah masalah struktural seperti hilangnya hak Pendidikan, hak kesehatan, hak bekerja, hingga hak untuk diperlakukan sama di depan hukum.

Permasalahan-permasalahan itu harus kita sikapi bersama dengan bersolidaritas untuk dapat menghilangkan stigma dan diskriminasi di masyarakat. Di beberapa negara di luar sana, IDAHOBIT menjadi sebuah momen untuk masyarakatnya saling bersolidaritas dalam menghormati Hak Asasi Manusia bagi setiap orang terutama untuk kelompok LGBTIQ. Tidak heran dalam setiap perayaannya di 17 Mei banyak kelompok masyarakat beramai-ramai untuk menunjukan warna pelangi, baik itu di profile sosial media, bendera di halaman rumah, hingga di ban kapten pada permainan sepak bola.

Artikel terkait  Survey Peta Sebaran ARV Jenis d4T di Indonesia

Dalam IDAHOBIT kali ini, kita berharap hal itu dapat Kembali dilakukan di seluruh wilayah Indonesia. Kita juga akan berkomitmen untuk memulai solidaritas ini dari kalangan CSO dan harapannya dapat menyebar ke damping, hingga akhirnya tersebar ke seluruh rakyat Indonesia.

[1] Widia Primastika, Bolehkah Pemda Menekan LGBT Seperti Terjadi di Cianjur, https://tirto.id/bolehkah-pemda-menekan-lgbt-seperti-terjadi-di-cianjur-c8nH, diakses pada 2 Juni 2022 pukul 10.00 wib.

[1] Undang-undang Dasar 1945.

[2] Lihat bagian Menimbang huruf (d) dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

[3] Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 2021 tentang Pencegahan dan penanggulangan Perilaku Penyimpangan Seksual, Pasal 6.

[4] Id. Bab VI Peran Serta Masyarakat.

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

On Key

Related Posts

want more details?

Fill in your details and we'll be in touch