Revisit peta jalan CLM

Memperkuat Arah dan Komitmen: Revisit Peta Jalan CLM Indonesia dan Kolaborasi Childlife

Anak-anak yang hidup dengan HIV di Indonesia menghadapi spektrum tantangan multidimensional yang tidak hanya terbatas pada kesehatan fisik, tetapi juga mencakup aspek psikososial dan emosional yang kompleks. Dampak dari infeksi HIV pada anak-anak meliputi gangguan perkembangan fisik dan mental, tantangan dalam pendidikan, serta stigma dan diskriminasi sosial yang dapat memperparah kondisi mereka. Kondisi ini diperparah oleh rendahnya pemahaman masyarakat dan bahkan beberapa profesional kesehatan tentang kebutuhan khusus anak-anak dengan HIV, yang sering kali mengakibatkan kurangnya dukungan yang memadai.

Berdasarkan hasil laporan analisis situasi layanan ARV anak yang dilakukan oleh Indonesia AIDS Coalition (IAC) pada tahun 2024, masih ditemukan sejumlah masalah. Hasil yang ditemukan di antaranya adalah inisiasi ARV dapat dilakukan tergantung pada kemampuan layanan dan rujukan hanya bisa dilakukan pada kasus-kasus tertentu saja. Selain itu, ketersedian obat diatur oleh sistem yang hanya dikelola oleh Dinas Kesehatan.

Adapun, Community-Led Monitoring, atau disingkat CLM, adalah model pemberdayaan masyarakat secara sistematis dan rutin untuk mengumpulkan dan menganalisis data kualitas layanan kesehatan, baik kuantitatif maupun kualitatif. Data yang dikumpulkan kemudian digunakan untuk memandu upaya advokasi dan mendorong akuntabilitas.

Hasil pemantauan CLM di Indonesia menghasilkan berbagai temuan yang sudah dilengkapi dengan informasi komprehensif yang berasal dari komunitas, yang kemudian disampaikan kepada para pembuat kebijakan. Dialog Kebijakan tidak hanya dilakukan di tingkat nasional, tetapi juga daerah. Mengingat bahwa masih terdapat kebutuhan atas advokasi lanjutan, juga dukungan dari para mitra OMS, pada tanggal 19 Mei 2025, IAC menyelenggarakan kegiatan pertemuan yang bertajuk ‘Revisit Peta Jalan CLM INA Taskforce-Childlife’ di Jakarta.

Pertemuan ini menjadi momen penting untuk merefleksikan capaian, tantangan, dan memperkuat buy-in pemerintah terhadap CLM sebagai pendekatan berbasis komunitas dalam menjawab berbagai isu. Khususnya kesehatan.

Sesi dibuka oleh Nisa dan Ferry, yang memperkenalkan Program Childlife. Secara garis besar, Childlife mengedepankan advokasi bersama untuk penanggulangan HIV pada anak. Lebih lanjut, dipaparkan agenda Revisit Peta Jalan Advokasi CLM INA Task Force dan ditegaskan bahwa CLM dapat digunakan oleh siapa pun.

Sesi diskusi memperkaya pertemuan dengan kontribusi berbagai tokoh komunitas. Oscar dari PKNI menekankan perlunya model pemberdayaan ekonomi komunitas, sementara Fey menjelaskan konsep Village Saving Loan Association (VSLA) sebagai sistem simpan-pinjam kelompok. Namun ditegaskan bahwa VSLA bukan merupakan pengganti donor. Gabby dari PPH UAJ menambahkan pentingnya memberi catatan dalam pengisian formulir CLM Jarnas, terutama terkait layanan ARV bagi anak dan caregiver yang belum tersedia.
Amanda dan Nisa membahas budaya ekonomi di Indonesia yang mempengaruhi perkembangan anak, juga tantangan pengumpulan data. Dari bulan Juli tahun 2024 hingga Mei tahun 2025, tercatat 3,314 data masuk dalam basis data CLM, dengan beberapa daerah seperti Banten, Semarang, Makassar, dan Bali telah menunjukkan komitmen dari pemerintah.

Diskusi lanjut memunculkan tantangan seperti minimnya alat advokasi bagi Advocacy Officer, juga perlunya dukungan regulasi agar CLM dapat berkelanjutan meski tanpa dana donor. Subhan menyarankan integrasi CLM ke dalam kebijakan pemerintah, misalnya melalui produk hukum KemenPANRB. Adapun Hartini mengingatkan pentingnya menjaga netralitas CLM sebagai milik bersama dari CLM INA Task Force, bukan individu atau kelompok tertentu.

Sesi teknis siang hari membahas panduan pelaksanaan CLM Indonesia yang dikembangkan oleh PPH UAJ. Juknis ini mencakup kerangka kerja, indikator (akses, ketersediaan, kualitas, dan penerimaan), hingga tahap-tahap pelaksanaan dan advokasi. Fokusnya adalah komunitas akar rumput dan ODHIV. Diskusi juga menyoroti kurangnya inklusi kelompok rentan lain dalam juknis saat ini.

Isu validasi data menjadi perhatian. Gabby menekankan bahwa setiap organisasi pelaksana bertanggung jawab atas proses verifikasi data mereka. CLM didesain fleksibel, agar komunitas bisa menjalankan prosesnya tanpa bergantung pada pendamping eksternal.

Tindak lanjut yang disepakati mencakup:
1. Analisis data hingga bulan Mei 2025 untk bahan advokasi ke Kementerian Kesehatan
2. Analisis data bersama PPH UAJ
3. Audiensi bersama ke Kementerian Kesehatan
4. Pelaksanaan monthly meeting
5. Pembuatan dan upload konten advokasi Tidak Terdeteksi Tidak Menular (TDTM) ke media sosial organisasi secara berkala

Melalui upaya partisipatif ini, CLM diharapkan terus berkembang menjadi sistem monitoring kesehatan yang inklusif, berkelanjutan, dan diakui secara resmi oleh Pemerintah Indonesia.

Share this post

On Key

Related Posts

Lowongan Kerja

Vacancy Technical Officer Swakelola Kota Medan

Setelah terpilih sebagai Principal Recipient (PR) The Global Fund-ATM, Indonesia AIDS Coalition (IAC) akan mengimplementasikan program Penguatan Sistem Komunitas dan Hak Asasi Manusia (Community System Strengthening-Human Rights/CSS-HR).

Read More »

Memperkuat Arah dan Komitmen: Revisit Peta Jalan CLM Indonesia dan Kolaborasi Childlife

Anak-anak yang hidup dengan HIV di Indonesia menghadapi spektrum tantangan multidimensional yang tidak hanya terbatas pada kesehatan fisik, tetapi juga mencakup aspek psikososial dan emosional yang kompleks. Dampak dari infeksi HIV pada anak-anak meliputi gangguan perkembangan fisik dan mental, tantangan dalam pendidikan, serta stigma dan diskriminasi sosial yang dapat memperparah kondisi mereka. Kondisi ini diperparah […]

Sinergi untuk Pemenuhan Hak Asasi Manusia: Refleksi dan Evaluasi Pelatihan HAM di 34 Kabupaten/Kota

Dalam rangka mendukung upaya penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia, Indonesia AIDS Coalition (IAC) berkolaborasi dengan Komnas HAM untuk menyelenggarakan kegiatan yang bertajuk ’Pelatihan Pengembangan Kapasitas First Responder dalam Perlindungan, Pemenuhan, dan Penghormatan Hak Kelompok Minoritas/Rentan Khususnya ODHIV.’ Pelatihan ini diselenggarakan pada periode waktu 2024-2025 di 34 k/k. Adapun, yang dimaksud sebagai first responder adalah […]

Konferensi GSIPA2M 2025: Mendorong Akses ke Obat-Obatan yang Berkeadilan

Akses ke obat merupakan elemen penting dari kesehatan publik dan merupakan indikator efektif bagi kesetaraan sosial. Menurut Medecins Sans Frontieres (MSF), sekitar satu per tiga penduduk dunia tidak memiliki akses ke obat-obatan esensial, dan jumlah tersebut meningkat menjadi separuh di beberapa wilayah di Benua Afrika dan Asia. PBB menekankan pentingnya upaya untuk meningkatkan akses ke […]

CLM Digital Platform untuk Layanan HIV yang Lebih Responsif: Kunjungan Tim IAC ke Provinsi Banten

Indonesia AIDS Coalition (IAC) adalah sebuah organisasi berbasis komunitas yang berkontribusi pada upaya untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat dalam program penanggulangan HIV melalui kolaborasi dengan beragam pemangku kepentingan, baik pemerintah maupun non-pemerintah. Di tahun 2025 ini, IAC dipercaya menjadi Principal Recipient (PR) untuk program the Global Fund, dengan 3 modular, yaitu Pencegahan HIV […]

Exchange Learning antara Indonesia dan Afrika Selatan: Memperkuat Pendekatan Komunitas dalam Perawatan Anak dengan HIV (ADHIV)

Pada tanggal 7–15 April 2025, tim dari Indonesia AIDS Coalition (IAC) melakukan kunjungan ke Afrika Selatan dalam rangka mengikuti pelatihan pengungkapan status HIV yang sesuai dengan usia anak. Atau yang juga dikenal sebagai age appropriate disclosure. Kegiatan ini diselenggarakan oleh ZoeLife dan merupakan bagian dari kolaborasi berkelanjutan dalam program KidzAlive, yang bertujuan memperkuat pendekatan berbasis […]

want more details?

Fill in your details and we'll be in touch