Kabupaten/kota HAM merupakan program untuk mengarusutamakan HAM dalam pembangunan dan pengelolaan suatu pemerintah daerah. Pemerintah daerah memiliki peran penting dalam pemenuhan, perlindungan, dan penghormatan HAM. Mengingat peran penting dari pemerintah daerah, maka Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berupaya untuk melakukan penguatan pemahaman HAM dalam pelaksanaan kewajiban HAM pemerintah daerah.
Sejak tahun 2015, Komnas HAM telah mengembangkan dan berupaya untuk terus memperluas penyebaran konsep Kabupaten/Kota HAM di seluruh Indonesia, dengan prioritas di wilayah Papua pada periode komisioner 2022-2027. Tidak terkecuali adalah pemenuhan HAM bagi kelompok rentan, yakni Orang dengan HIV (ODHIV) dan kelompok populasi kunci. Menanggapi hal tersebut, maka pada tanggal 31 Oktober-2 November 2023 di Kota Sorong, Komnas HAM bersama dengan Indonesia AIDS Coalition (IAC), menyelenggarakan Pelatihan Kabupaten/Kota HAM di Papua, yang berfokus pada pemenuhan HAM ODHIV dan populasi kunci.
Kegiatan ini dibuka dengan sambutan dari Direktur Eksekutif IAC, Aditya Wardhana, yang dilanjutkan dengan pembukaan kegiatan oleh Wakil Ketua Komnas HAM, Pramono Ubaid Tanthowi. Dalam kegiatan yang berlangsung selama 3 hari, terdapat 6 sesi. Sesi 1 membahas mengenai Konsep Dasar HAM. Dikatakan bahwa HAM adalah terkait dengan konsep diri setiap orang, dimulai dari tiap-tiap individu. HAM adalah seperangkat hak yang pada manusia sebagai makhluk Tuhan sejak dalam kandungan dan wajib dilindungi oleh negara, pemerintah, dan hukum. HAM terbagi menjadi 3 jenis, yakni hak sipil dan politik; hak ekonomi, sosial, dan budaya; serta hak khusus (hak disabilitas, perempuan, dan anak). Selain itu, juga terdapat prinsip-prinsip HAM seperti universalitas, tidak dapat dicabut dan dibagi, non-diskriminatif, saling terkait dan bergantung, setara, dsb. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, negara memiliki tanggung jawab untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM warga negara, kecuali pada kondisi-kondisi tertentu yang mana pembatasan HAM diperbolehkan. Di sisi lain, negara juga dapat menjadi pelaku pelanggaran HAM, baik secara disengaja (by commission) maupun tidak disengaja (by ommission).
Topik dari Sesi 2 adalah HAM dalam Konteks Sosial. Lebih dalam, sesi ini membahas mengenai perbedaan antara hak dengan kebutuhan, mekanisme HAM di tingkat internasional dan nasional, serta ketidakadilan gender. Selanjutnya, Sesi 3 mengangkat topik OHIV sebagai Bagian dari Kelompok Marjinal, Sesi 4 Identitas Gender, Sesi 5 Pembangunan Berbasis HAM, serta Sesi 6 Kabupaten/Kota HAM dan Penerapannya.
Secara singkat, Human Rights Cities atau Kabupaten/Kota HAM adalah kerangka pembangunan kota yang berbasis pada partisipasi dari seluruh pemangku kepentingan, yang mana HAM menjadi prinsip yang mendasari pembangunan kota. Prinsip dari Kabupaten/Kota HAM adalah: 1) Hak atas kota; 2) Non-diskriminasi; 3) Akuntabilitas; 4) Demokrasi partisipatif; 5) Keadilan sosial; 6) Solidaritas; 7) Keberpihakan terhadap kelompok rentan; 8) Inklusi sosial dan keberagaman budaya; 9) Keberlanjutan; serta 10) Pemulihan program. Sepuluh prinsip tersebut harus tertuang dari sejak awal proses, mulai dari tahap perencanaan hingga evaluasi dan pemantauan.
Dari hasil pelatihan selama 3 hari, terdapat sejumlah poin-poin kesimpulan. Adapun, selain paparan dari pembicara dan sesi tanya jawab, kegiatan pelatihan ini juga dibuat semarak dengan sesi roleplay dan permainan Value Clarification and Attitude Transformation (VCAT), khususnya Reasons Why dan Cross the Line.