Pertemuan perdana pelatihan pendidikan kritis bagi kelompok marginal (gay,waria,pekerja sex,pecandu dan orang terinfeksi HIV) dilaksanakan di restoran seputaran kawasan Supermarket Tip Top, Rawamangun Jakarta Timur, Selasa, 20/3/2012. Dihadiri 13 orang, 2 lagi tidak hadir. Ini sesuai dengan rencana awal dari jumlah calon peserta 15 orang. Peserta berasal dari wilayah Jakarta, Tangerang dan Bogor.
Dalam pertemun awal ini dibahas beberapa hal diantaranya, perkenalan peserta, panitia dan fasilitator. Kemudian mengapa pelatihan dilaksanakan, gambaran materi dan jadwal pelatihan yang disepakati bersama oleh peserta dan fasilitator.
Menurut Edo, koordinator Indonesia AIDS Coalition (IAC), ide pelatihan ini berawal dari obat Anti Retro Viral (ARV) yang sudah dikonsumsi oleh Edo dari tahun 2005. Secara personal Edo tidak pernah mengalami stigma dan diskriminasi mulai dari layanan kesehatan sampai di lingkungan keluarga.
Dia mulai mengikuti Jaringan Orang Terinfeksi HIV (JOTHI), hingga menemukan banyak masalah di lapangan. Ternyata persoalan kesehatan tidak hanya persoalan kesehatan semata tetapi ada persoalan lainnya, seperti pekerjaan, ekonomi dan politik. Akhirnya dia mengetahui ada beberapa hal mendasar yang mempengaruhi ODHA dan kelompok marginal lainnya terhadap akses HAM.
Dari situasi itu IAC mencoba memperkuat gerakan grass-root dan kemudian diharapkan dapat ditularkan ke komunitas lainnya. Dimulai dari pelatihan bahasa Inggris yang sangat dibutuhkan oleh komunitas dalam upaya memperkuat jaringan di Internasional, hingga diadakan pendidikan kritis seperti yang akan dilaksanakan sekarang ini, ungkap Edo.
Menurut Edo, selama ini ketika seseorang menjadi bagian dari komunitas marginal, maka hak-haknya sering terlupakan dan tidak dipenuhi oleh negara. Selain itu masih banyak sekat diantara komunitas yang satu dengan lainnya saling “bersaing” sehingga menjadi gampang dipecahkan. IAC sendiri berharap dapat menyatukan komunitas dari berbagai latar belakang agar bergerak dan berjuang bersama dalam advokasi pemenuhan hak-hak dasar sebagai manusia. Karena sebenarnya kelompok marginal mempunyai kepentingan yang sama, lepas dari ketertindasan.
Gambaran materi pelatihan dipaparkan oleh Hartoyo. Dimulai dengan brainstorming dari 2 orang peserta memberikan pendapatnya. Mona, seorang Waria menjelaskan bahwa tujuan mengikuti pelatihan ini untuk membuat ia memahami situasi komunitas. Lain halnya dengan Cinta, peserta dari Bogor yang menyatakan bahwa pelatihan ini berkaitan dengan HIV dan AIDS.
Fasilitator pelatihan ini akan difasilitasi oleh Putri (aktivis perempuan serta dosen filsafat UI) dan Hartoyo (Satff Advokasi IAC). Kali ini Hartoyo menjelaskan draft materi pelatihan, diantara tentang Pemetaan situasi diri dan kelompok, materi Gender / Seksualitas, pengertian HAM diantara hak Ekonomis, Sosial, Budaya, Sipil dan Politik, Sistem Politik di Indonesia dan teori/praktek Advokasi dalam pemenuhan HAM. Selain itu juga pelatihan ini akan menghadirkan narasumber dari para survivor maupun aktivis HAM.
Untuk pertemuan selanjutnya akan dilaksanakan setiap hari Kamis, pukul 12.00 -18.00 di kantor IAC, Rawamangun, Jakarta Timur. Pelatihan akan dimulai pada 5 April 2012, kemudian akan dilanjutkan pada hari Kamis setiap Minggu.
Putri,selaku fasilitator utama memberikan pesan bahwa pelatihan sebaiknya dibawa santai dan tidak terlalu serius. Harapannya peserta juga ikut sharing saat pelatihan berlangsung, peserta harus berani mengungkapkan pendapatnya. Belajar bukan hanya teori saja, namun prakteknya juga, ungkap Putri.
Penulis: Handa
Editor: Hartoyo