Jum’at, 20 April 2012, pukul 13:40 WIB diskusi hari ini mengangkat isu pentingnya keadilan social bagi kelompok rentan? Acara ini dihadiri oleh 12 orang dan bertempat disekretariat Indonesia AIDS Coalition (IAC), Rawamangun, Jakarta Timur. Ini merupakan kegiatan rutin bulanan yang dilakukan oleh IAC. Kali ini membahas tentang Keadilan social bagi kelompok rentang dengan narasumber Prof. Sulistiowati Irianto, dosen Hukum Universitas Indonesia.
Narasumber (Sulistiowati) memberikan pengantar mengenai mengapa keadilan untuk kelompok rentan itu penting. Beliau membedah bukunya tentang migrant worker di negara Arab dimana 70% dari mereka bekerja bukan karena keinginan sendiri.
Dari contoh-contoh yang ditampilkan dalam bukunya, tergambar bahwa ketidakadilan hukum biasanya dialami oleh orang-orang yang tidak mempunyai kuasa, miskin, termarginalkan karena keadaan, sehingga mereka termasuk kelompok rentan. Kelompok ini juga perlu pendekatan tersendiri.
Mitos dari dewi Justitia (lambang hukum, perempuan yang ditutup matanya dan memegang timbangan) yang membuat hukum harus objektif dan netral membuat kaum marginal menjadi korban dari hilangnya sisi “kemanusiaan” dari hukum itu sendiri. Faktanya keadilan memang tidak pernah ada pada mereka yang terpinggirkan atau kelompok rentan.
Karena tidak punya akses keadilan, maka masyarakat marginal menjadi miskin. Akses-akses terhenti dari pemerintah ke masyarakat sipil yang tidak tahu akan hak-haknya. Padahal didalam hukum, warga masyarakat dijamin pendidikan, pekerjaan, dan kesehatan. Tetapi sayangnya tidak semua orang mengetahui kewajiban negara terhadap warga negaranya.
Dalam hal ini, terjadi diskusi menarik antara narasumber dengan peserta diskusi hingga muncul pendapat narasumber, bahwa hukum itu berdasarkan siapa yang mengusung, relasi kuasa, budaya, dan factor lainnya. Sehingga keadilan menjadi hal yang sangat subjektif, begitupula dengan kesejahteraan.
Dalam ideologi keadilan sosial, sebenarnya tidak ada yang namanya keadilan. Keadilan hanya “mimpi” saja, apalagi bagi kelompok rentan.
Peserta dan narasumber berdiskusi hangat mengenai isu-isu marginal komunitas, terjadi proses pembelajaran baik dari narasumber maupun komunitas lainnya. Narasumber menegaskan pentingnya berorganisasi, karena negara Indonesia mendapatkan kemerdekaannya lewat diplomasi melalui organisasi. Sehingga berorganisasi sangat disarankan dalam upaya advokasi kebijakan. Publik (masyarakat sipil) harus punya ruang untuk mengontrol kebijakan negara, berorganisasi adalah caranya.
Menurut narasumber, pengelompokan atau klasifikasi dalam kehidupan sosial masyarakat membuat kemarginalan hukum pada komunitas semakin kuat. Mana yang lemah maka akan semakin jauh dari keadilan hokum. Jadi jika kelompok marginal yang terpecah-pecah menjadikan suara mereka semakin tidak terdengar. Begitu akhir dari diskusi bulan ini.