Istilah Perempuan Muda yang Menjual Seks, atau PMMS, mengacu kepada perempuan berusia di bawah 18 tahun yang menjual seks. Selama ini, program penjangkauan hanya menjangkau perempuan dewasa. Padahal, perempuan di bawah 18 tahun amat memerlukan layanan kesehatan.
Orang muda berusia 10-24 tahun merupakan 1/4 dari populasi dunia, dan termasuk pihak yang paling terdampak oleh epidemi HIV. Di tahun 2013, diperkirakan 4,96 juta orang berusia 10-24 tahun hidup dengan HIV, dan orang muda berusla 15-24 tahun menyumbang sekitar 35% dari seluruh infeksi baru pada orang berusia di atas 15 tahun di seluruh dunia.
Di Indonesia sendiri, angka infeksi HIV baru pada orang muda berusia 15-24 tahun mencapai 52% dari total keseluruhan kasus. Artinya dari 100 orang, 52 di antara mereka terinfeksi HIV pada usia 15-24 tahun. Hal ini tidak lepas dari pendidikan kesehatan seksual reproduksi yang minim dan akses ke alat pencegahan yang terbatas.
Lebih lanjut, pekerja seks memiliki risiko tinggi terpapar HIV. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti banyaknya jumlah pasangan seksual, lingkungan kerja yang tidak kondusif untuk melindungi kesehatan, kriminalisasi pekerja seks, serta stigma dan diskriminasi. Dalam lingkup pekerja seks, perempuan muda berada pada posisi yang rentan karena memiliki lebih sedikit daya tawar untuk bernegosiasi atau bahkan merupakan korban perdagangan orang.
Karenanya, penting untuk melakukan kegiatan penjangkauan yang secara khusus menargetkan perempuan muda, atau PMMS. Pilot Project Pencegahan HIV pada Perempuan Muda yang Menjual Seks (PMMS) akan dilaksanakan di 6 kota. Dengan pelaksanaan Pilot Project, maka diharapkan akan diketahui kendala dan peluang sehingga program reguler dapat berjalan dengan baik. Demi mempersiapkan Pilot Project tersebut, maka Indonesia AIDS Coalition (IAC), bersama dengan PKBI DKI Jakarta dan UNFPA, mengadakan rangkaian kegiatan Kickoff Meeting dan Peningkatan Kapasitas Petugas Lapangan dalam Memberikan Informasi & Edukasi mengenai Perempuan Muda yang Menjual Seks pada tanggal 18-23 September 2023 di Kota Denpasar.
Beberapa topik yang dibawakan dalam kegiatan adalah:
- Value Clarification and Attitude Transformation(VCAT). VCAT terdiri atas Reasons Why, Cross the Line, dan Four Corners. Pada sesi ini, peserta diminta untuk merefleksikan mengenai beberapa topik seputar PMMS, yakni tetapi tidak terbatas pada: Mengapa perempuan muda aktif secara seksual? Apakah menjual seks merupakan keputusan pribadi? Mengapa perempuan muda mengalami pelecehan, eksploitasi, dan kekerasan? Mengapa perempuan muda menjual seks? Mengapa mereka dapat hamil atau menggunakan narkoba? Apakah perempuan muda yang menjual seks berhak untuk mendapat akses ke kondom & pelumas dan layanan kesehatan yang tidak diskriminatif?
Dari sesi VCAT, diketahui beberapa poin penting, yakni kurangnya pendidikan seksual yang komprehensif bagi remaja dan posisi rentan perempuan muda sehubungan dengan relasi kuasa di lingkungan sekitar (baik dengan bos, pelanggan, orang tua, guru, dsb.).
- Prinsip-Prinsip Safeguarding, utamanya bagi anak muda dan remaja. Tujuan dari sesi ini adalah untuk memastikan adanya prosedur dan mekanisme untuk menghindari bahaya dan risiko, juga melindungi dan menjamin kesejahteraan anak muda dan remaja.
Beberapa prinsip penting terkait safeguarding adalah:
- Interseksionalitas: Setiap orang muda dan remaja memiliki risiko untuk mengalami kekerasan, tetapi kelompok rentan memiliki risiko yang lebih tinggi (mis. anak jalanan, penderita disabilitas fisik/mental, tinggal di daerah konflik, dsb.).
- Otonomi: Tidak semua perempuan muda yang menjual seks merupakan korban perdagangan orang. Beberapa melakukan hal tersebut atas keputusan sendiri, walau memang keputusan yang dibuat tidak selalu sejalan dengan apa yang diinginkan. Hak dan otonomi perempuan muda harus dihormati.
- Inklusivitas dan keberagaman: Orang muda dan remaja bukan kelompok homogen. Keberagaman tersebut yang harus diperhatikan baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan program.
- Transparansi dan akuntabilitas: Pedoman PMMS terbuka bagi umpan balik, dan akan diperbaharui secara berkala. Lebih lanjut, Pilot Project PMMS ini juga terbuka bagi aduan di lapangan, yang dapat dilakukan baik melalui focal point ataupun Google form.
Adapun, implementasi akan dilakukan melalui kegiatan peningkatan kapasitas untuk staf dan mitra, penggunaan form informed consent yang lengkap, diseminasi mengenai safeguarding ke semua orang muda yang terlibat, perlindungan data pribadi, serta pelibatan orang muda dan remaja secara berkala.
- Sharing Pengalaman Petugas Lapangan dalam Penjangkauan PMMS, termasuk tips & trick dalam melakukan pendekatan pada klien.
- Roleplay penjangkauan PMMS.
Penjangkauan PMMS bukanlah suatu hal mudah. Sebagai anak di bawah umur, mereka tidak memiliki KTP dan membutuhkan pesertujuan dari orang tua atau wali untuk mengakses ARV. Akan tetapi, hal tersebut tetap perlu dilakukan. Tentunya sambil berpegangan pada prinsip-prinsip pemberdayaan, pencegahan, promosi, perlindungan, kemitraan, dan akuntabilitas.
Pilot Project Pencegahan HIV pada Perempuan Muda yang Menjual Seks (PMSS) merupakan hasil kerjasama antara IAC, PKBI DKI Jakarta, dan UNFPA. Tujuan yang hendak dicapai adalah meningkatkan jumlah PMMS yang mengetahui status HIV mereka, meningkatkan penggunakan Community Based Screening (CBS), serta mengurangi stigma dan diskriminasi di layanan. Pilot Project akan dilaksanakan di 6 kota, yakni: Kota Pekanbaru, Kabupaten Tangerang, Kota Bekasi, Kota Semarang, Kota Ambon, dan Kota Samarinda.