Bertempat di Ke Kini Coworking Space, Indonesia AIDS Coalition (IAC) bersama dengan rekan-rekan Koalisi Masyarakat Sipil mengadakan media briefing terkait respon Koalisi terhadap Perundingan Dagang Indonesia-European Union Comprehensive Partnership Agreement (I-EU CEPA).
Dalam briefing, disampaikan bahwa proses negosiasi I-EU CEPA yang tertutup cukup mengkhawatirkan, terutama terkait substansi yang dibahas. Indonesia for Global Justice (IGJ) sudah mencoba untuk bersurat kepada Kementerian Perdagangan, tetapi tidak mendapat balasan. Proses perundingan sangat tertutup. Padahal di sisi lain, hasil dari perjanjian tersebut akan berdampak pada masyarakat luas. IGJ mengkhawatirkan potensi krisis multidimensi yang mungkin terjadi sebagai akibat dari I-EU CEPA.
Penyelesaian perundingan I-EU CEPA terkesan terburu-buru, terlepas dari masih adanya beberapa isu penting seperti sawit dan mineral. Oleh karena itu, masyarakat sipil mengkhawatirkan bahwa akan terjadi trade off khususnya untuk isu-isu penting yang akan berdampak bagi masyarakat luas. Transnational Institute misalnya, menaruh perhatian pada nikel, dan potensi bagi tubrukan antara interest dari EU untuk mengamankan bahan baku dan Indonesia untuk melakukan hilirisasi. Selain itu, juga terdapat concern bagi kerusakan lingkungan sebagai akibat dari eksplorasi mineral.
Pada satu sisi, Center for Strategic and International Studies (CSIS) memperkirakan bahwa I-EU CEPA akan berdampak baik pada peningkatan volume dan pemasukan negara dari sector perdagangan. Akan tetapi, di sisi lain, terdapat potensi kerusakan lingkungan dan konflik sebagai akibat dari penyerobotan lahan. Sejauh ini belum ada mekanisme untuk menanggulangi eksternalitas negatif tersebut, dan poin inilah yang menjadi sorotan dari Koalisi Masyarakat Sipil.
Isu lain yang disorot adalah pertanian. IGJ berpendapat bahwa EU tidak boleh memaksa Indonesia untuk bergabung pada Konvensi Internasional Bidang Perlindungan Varietas Tanaman. Hal yang menjadi pertimbangan adalah pertanian masih menjadi hajat hidup bagi puluhan juta rakyat Indonesia, yang mayoritas merupakan petani kecil yang tinggal di desa. Oleh karena itu, kebebasan untuk menyimpan dan memperdagangkan benih menjadi pilar penting. IGJ berpendapat bahwa konvensi tersebut tidak sesuai dengan karakteristik dan interest Indonesia sehubungan dengan pertanian. Sementara itu, Solidaritas Perempuan menyoroti isu petani perempuan. Mereka melihat bahwa EU melakukan trade off dari isu perempuan untuk kepentingan dagang mereka, dan bahwa pelibatan perempuan sejauh ini masih minim dan hanya sebatas formalitas.
Selanjutnya, Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KBSI) menyoroti isu kesejahteraan buruh, dan keterkaitan antara IEU-CEPA dengan pengesahan dari UU Cipta Kerja. Di sisi lain, HINTS menyoroti isu akses terhadap data, keamanan data, dan digitalisasi perdagangan.
Selaku organisasi berbasis komunitas yang berupaya untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat dalam program AIDS melalui kolaborasi dengan beragam pemangku kepentingan, isu yang disorot oleh IAC adalah terkait akses terhadap obat. Secara khusus, Ferry Norila, Campaign & Community Mobilization Officer IAC, menyampaikan kekhawatirannya mengenai perpanjangan masa perlindungan paten obat dan ekslusivitas data & pasar. Hal tersebut akan berdampak pada sulitnya akses masyarakat terhadap obat, khususnya obat generik dengan harga terjangkau.
Dikutip dari Bisnis.com, Ferry Norila mengatakan bahwa Indonesia masih menghadapi kesulitan dalam mengakses beberapa obat ARV dengan harga murah karena obat-obatan tersebut terhambat paten, sehingga belum tersedia versi generik. Obat-obatan HIV disubsidi oleh pemerintah, sehingga apabila tersedia obat ARV generik dengan harga murah maka diharapkan pemerintah dapat mengobati lebih banyak pasien HIV. Karenanya, perjanjian TRIPS+ ini akan menambah hambatan akses ke obat generik yang terjangkau.
Mengingat sifat perjanjian yang komprehensif, dampak I-EU CEPA tidak hanya sebatas pada isu perdagangan, tetapi juga isu-isu lain yang berdampak pada hajat hidup orang banyak. Peserta dari beragam organisasi masyarakat sipil dan lembaga penelitian misalnya, telah mengungkapkan kekhawatiran mereka terkait berbagai isu, mulai dari kerusakan lingkungan, konflik lahan, kesejahteraan buruh, perempuan, pertanian, keamanan data, hingga kesehatan. Oleh karena itu, posisi dari Koalisi Masyarakat Sipil yang disampaikan dalam media briefing pada tanggal 8 Februari 2023 ini adalah menolak I-EU CEPA.
Koalisi Masyarakat Sipil menyayangkan tertutupnya arus informasi dan kurangnya partisipasi publik terkait proses perundingan I-EU CEPA. Selain itu, Koalisi Masyarakat Sipil juga menyayangkan posisi pemerintah yang belum melakukan analisis dampak terhadap I-E CEPA, yang seandainya disahkan, akan berdampak bagi kehidupan ratusan juta rakyat Indonesia di masa yang akan datang.