38f77d56358d1b48965c669297673d8c

Rekrutmen Konsultan Modul Pelatihan HAM untuk First Responder (Dinas Sosial, SatPol PP, dan DP3A)

Latar Belakang

Relasi antara hak asasi manusia dengan penanggulangan human immunodeficiency virus/acquired immunodeficiency syndrome (HIV-AIDS) tertuang dalam berbagai dokumen hukum. Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya yang telah diratifikasi melalui Undang Undang No.12 Tahun 2005 menyebutkan mengenai hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai atas kesehatan fisik dan mental (Pasal 12).  Penjelasan mengenai Pasal 12 ini tertuang dalam Komentar Umum 14 mengenai Hak Atas Standar Kesehatan Tertinggi yang Dapat Dijangkau. Dimensinya terkait dengan: Kewajiban Negara mencakup penyediaan informasi, pendidikan dan dukungan terkait HIV yang tepat; akses pada sarana pencegahan penularan, konseling dan tes sukarela;  akses terhadap pasokan darah yang aman dan  pengobatan yang memadai. Negara harus mengambil tindakan khusus untuk memastikan bahwa semua kelompok masyarakat, khususnya anggota kelompok marginal, mempunyai akses yang sama terhadap informasi terkait HIV pencegahan, pengobatan, perawatan dan dukungan.

Pada Pasal 167 (ayat 4)  Undang Undang Kesehatan No 17 Tahun 2023 disebutkan bahwa Integrasi Pelayanan Kesehatan primer dilakukan untuk mendukung pelaksanaan program pemerintah, terutama Pelayanan Kesehatan dalam bentuk promotif dan preventif. Program pemerintah yang dimaksud dalam pasal ini adalah program penanggulangan tuberkulosis, HIV-AIDS, dan stunting. Di dalam target Sustainable Development Goals (SDGs) juga menyebutkan mengenai penanggulangan HIV-AIDS menjadi salah satu agenda penting. Program SDGs, menargetkan pada tahun 2030 menjadi akhir dari HIV-AIDS.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia juga telah menerbitkan Standar Norma dan Pengaturan (SNP) Nomor 4 tentang Hak Atas Kesehatan (2021). Pada SNP ini disebutkan bahwa Penyakit Menular Kronis (PMK) yang rentan stigma dan diskriminasi saat ini adalah HIV-AIDS, tuberkulosis, kusta, hepatitis kronis. Hak kesehatan pada penyandang PMK adalah hak dasar yang wajib diberikan dan didapatkan oleh setiap orang yang hidup dengan PMK dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang layak, dengan mengutamakan nilai-nilai non diskriminasi, toleransi, dan empati. Pemerintah wajib melakukan upaya-upaya kesehatan untuk menurunkan jumlah PMK, deteksi dini dan merujuk kasus yang memerlukan rujukan, meniadakan diskriminasi dan stigma terhadap penyandang PMK, meningkatkan kualitas hidup PMK, dan mengurangi dampak sosial ekonomi dari PMK pada individu, keluarga dan masyarakat. Perawatan dan pengobatan bagi penyandang PMK yang miskin dan kurang mampu ditanggung oleh negara.

Dalam konteks Indonesia, desentralisasi kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah dalam otonomi daerah juga berdampak pada kewajiban pemerintah daerah untuk melakukan penghormatan, pelindungan dan pemenuhan hak asasi manusia bagi kelompok minoritas/rentan yang dalam hal ini adalah ODHA. Komnas HAM bekerja sama Indonesia AIDS Coalition akan membuat modul pelatihan hak asasi manusia bagi pemerintah daerah, khususnya Satpol PP, Dinas Sosial, dan Dinas Pemberdayaan Perempuan-Anak. Modul ini bertujuan agar pemerintah daerah dapat menjalankan kewajibannya untuk melakukan penghormatan, pelindungan dan pemenuhan hak asasi manusia, secara khusus bagi ODHA.

Tujuan

Tujuan dari perekrutan konsultan ini adalah :

  1. Mengidentifikasi pengembangan kapasitas bagi Pemerintah Daerah yang Menjadi First Respondent dalam Pelindungan, Pemenuhan, dan Penghormatan Hak Kelompok Minoritas/Rentan Khususnya Orang dengan HIV-AIDS (ODHIV)
  2. Mengidentifikasi bahan dan informasi yang terkait dengan Penyusunan Modul maupun Rencana Pelatihan Pengembangan Kapasitas untuk Pemerintah Daerah (SatPol PP, Dinas Sosial, Dinas Pemberdayaan Perempuan-Anak dan Dinas Kesehatan) terkait Pelindungan, Pemenuhan, dan Penghormatan Hak Kelompok Minoritas/Rentan Khususnya Orang dengan HIV-AIDS (ODHIV)
  3. Melakukan finalisasi Modul Pengembangan Kapasitas untuk Pemerintah Daerah (SatPol PP, Dinas Sosial, Dinas Pemberdayaan Perempuan-Anak) terkait Pelindungan, Pemenuhan, dan Penghormatan Hak Kelompok Minoritas/Rentan Khususnya Orang dengan HIV-AIDS (ODHIV)

Output

Tersusunnya Modul Pengembangan Kapasitas untuk Pemerintah Daerah (SatPol PP, Dinas Sosial, Dinas Pemberdayaan Perempuan-Anak dan Dinas Kesehatan) terkait Pelindungan, Pemenuhan, dan Penghormatan Hak Kelompok Minoritas/Rentan Khususnya Orang dengan HIV-AIDS (ODHIV).

Milestone Konsultan Terpilih

Konsultan Terpilih untuk pengerjaan ini adalah diharapkan individu atau tim yang akan melaksanakan kegiatan ini, sehingga beberapa milestone diperlukan sebagai ukuran capaian dari pemberian bantuan teknis, Adapun tahapan yang nantinya akan dicapai diantaranya :

Periode Deliverable
10 Juni 2024 Penandatanganan konsultan yang telah ditunjuk
11 Juni 2024 Koordinasi dengan IAC terkait modul pelatihan HAM bagi first responder
12 Juni 2024 – 26 Juni 2024 Penyusunan modul
1 Juli 2024 Konsultatif meeting dengan IAC
15 Juli 2024 Kick off modul
23 – 27 Juli 2024 Trial modul

Kriteria Konsultan

Sebagai kriteria konsultan penyusunan modul pelatihan HAM bagi dinas sosial, satpol PP, dan DP3A, beberapa hal yang bisa dipertimbangkan antara lain:

  1. Pengalaman dan Kompetensi: Konsultan harus memiliki pengalaman dan keahlian dalam penyusunan modul pelatihan terkait hak asasi manusia (HAM), serta pemahaman yang baik tentang kebijakan dan praktik HAM di Indonesia.
  2. Pengetahuan tentang Peraturan dan Undang-Undang: Konsultan harus memahami dan terbiasa dengan peraturan dan undang-undang terkait HAM, terutama yang berkaitan dengan dinas sosial, satuan polisi pamong praja (satpol PP), dan lembaga perlindungan perempuan dan anak (DP3A).
  3. Keterampilan Komunikasi: Konsultan harus memiliki keterampilan komunikasi yang baik untuk dapat menyajikan materi pelatihan dengan jelas dan mudah dipahami oleh berbagai pihak yang akan dilatih.
  4. Kemampuan Menyesuaikan Materi: Konsultan harus dapat mengadaptasi materi pelatihan sesuai dengan kebutuhan dan konteks khusus dari dinas sosial, satpol PP, dan DP3A.
  5. Kredibilitas dan Reputasi: Konsultan harus memiliki reputasi yang baik dalam penyusunan modul pelatihan HAM serta referensi yang dapat dipertanggungjawabkan.

Ini adalah beberapa kriteria yang dapat dipertimbangkan dalam memilih konsultan untuk penyusunan modul pelatihan HAM bagi dinas sosial, satpol PP, dan DP3A.

  1. Keahlian: Konsultan tersebut harus memiliki keahlian dan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan organisasi dalam menghadapi krisis. Keahlian ini dapat mencakup pemahaman mendalam tentang manajemen krisis, komunikasi krisis, dan pemulihan pasca-krisis.
  2. Integritas dan Etika Profesional
    1. Berkomitmen pada etika profesional, termasuk kerahasiaan informasi dan perlindungan hak asasi manusia.
    2. Integritas pribadi dan profesional dalam melibatkan diri dengan isu-isu sensitif.
  3. Kemampuan Analisis: Konsultan harus mampu menganalisis situasi krisis dengan baik, mengidentifikasi risiko yang mungkin terjadi, serta merancang strategi respons yang efektif.
  4. Kreativitas: Konsultan yang kreatif dapat memberikan solusi inovatif dan out-of-the-box dalam menghadapi krisis yang kompleks.

Linimasa Pekerjaan Konsultasi

Konsultasi ini akan dilaksanakan dalam kurun waktu 2 (dua) bulan, yaitu dari bulan Juni – Juli 2024

Tatacara Melamar

Kandidat yang tertarik dapat mengirimkan dokumen:

  1. Surat Ketertarikan sebagai konsultan Modul HAM
  2. Melampirkan portofolio system yang pernah dibuat
  3. CV Individu/Tim/Organisasi/Perusahaan beserta NPWP yang masih berlaku
  4. Estimasi pembuatan dan penawaran harga

Dokumen tersebut dapat dikirimkan ke email: recruitment@iac.or.id dengan judul email “Konsultan Modul HAM bagi First Responder” sebelum tanggal 26 Juni 2024. Hanya konsultan terpilih yang akan dihubungi. Informasi lebih lanjut dapat menghubungi aaulia@iac.or.id.

Share this post

On Key

Related Posts

Rekrutmen Konsultan Modul Pelatihan HAM untuk First Responder (Dinas Sosial, SatPol PP, dan DP3A)

Latar Belakang Relasi antara hak asasi manusia dengan penanggulangan human immunodeficiency virus/acquired immunodeficiency syndrome (HIV-AIDS) tertuang dalam berbagai dokumen hukum. Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya yang telah diratifikasi melalui Undang Undang No.12 Tahun 2005 menyebutkan mengenai hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai atas kesehatan fisik dan mental (Pasal 12).  […]

want more details?

Fill in your details and we'll be in touch