Feb_10-13_Pic

Pelatihan Pengembangan Kapasitas untuk Pemerintah Daerah yang Menjadi First Responder dalam Perlindungan, Pemenuhan, dan Penghormatan Hak Kelompok Minoritas/Rentan Khususnya Orang dengan HIV (ODHIV) Kota Tangerang

Relasi antara Hak Asasi Manusia (HAM) dengan penanggulangan HIV dan AIDS tertuang dalam berbagai dokumen hukum. Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (EKOSOB) yang telah diratifikasi melalui UU No. 12 Tahun 2005 menyebutkan mengenai hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai atas kesehatan fisik dan mental (Pasal 12). Penjelasan mengenai Pasal 12 ini tertuang dalam Komentar Umum 14 mengenai Hak Atas Standar Kesehatan Tertinggi yang Dapat Dijangkau, yang menuliskan mengenai kewajiban negara. Negara harus mengambil tindakan khusus untuk memastikan bahwa semua kelompok masyarakat, khususnya anggota kelompok marginal, mempunyai akses yang sama terhadap informasi – dalam konteks ini terkait HIV – mengenai pencegahan, pengobatan, perawatan dan dukungan.

Lebih lanjut, pada Pasal 167 (ayat 4) UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023 disebutkan bahwa integrasi pelayanan kesehatan primer dilakukan untuk mendukung pelaksanaan program pemerintah, terutama pelayanan kesehatan dalam bentuk promotif dan preventif. Program pemerintah yang dimaksud dalam pasal ini adalah program penanggulangan tuberkulosis, HIV dan AIDS, dan stunting. Target Sustainable Development Goals (SDGs) juga menyebutkan mengenai penanggulangan HIV dan AIDS sebagai salah satu agenda penting. Program SDGs, menargetkan tahun 2030 menjadi akhir dari epidemi AIDS.

Komnas HAM telah menerbitkan Standar Norma dan Pengaturan (SNP) No. 4 tentang Hak Atas Kesehatan di tahun 2021. SNP ini menyatakan bahwa Penyakit Menular Kronis (PMK) – salah satunya HIV dan AIDS –  rentan terhadap stigma dan diskriminasi.

Artikel terkait  Gender dan Islam

Hak kesehatan pada penyandang PMK adalah hak dasar yang wajib diberikan dan didapatkan oleh setiap orang yang hidup dengan PMK dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang layak, dengan mengutamakan nilai-nilai non diskriminasi, toleransi, dan empati. Pemerintah wajib melakukan upaya-upaya kesehatan untuk menurunkan jumlah PMK, deteksi dini dan merujuk kasus yang memerlukan rujukan, meniadakan diskriminasi dan stigma terhadap penyandang PMK, meningkatkan kualitas hidup PMK, dan mengurangi dampak sosial ekonomi dari PMK pada individu, keluarga dan masyarakat. Perawatan dan pengobatan bagi penyandang PMK yang miskin dan kurang mampu ditanggung oleh negara.

Dalam melakukan berbagai upaya mendukung pencegahan dan penanganan HIV dan AIDS di Indonesia, Indonesia AIDS Coalition (IAC) berkolaborasi dengan Komnas HAM untuk menyelenggarakan kegiatan yang bertajuk ’Pelatihan Pengembangan Kapasitas untuk Pemerintah Daerah yang Menjadi First Responder dalam Perlindungan, Pemenuhan, dan Penghormatan Hak Kelompok Minoritas/Rentan Khususnya Orang dengan HIV (ODHIV).’ Pelatihan ini diselenggarakan di 34 kota/kabupaten, dengan 16 k/k pada tahun 2024 dan 18 k/k di tahun 2025.

Adapun, yang dimaksud sebagai first responder adalah Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) yang bersinggungan langsung dengan pemenuhan hak populasi kunci. First responder ini terdiri dari SatPol PP, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), Dinas Sosial, Sentra Rehabilitasi Sosial, dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Dalam konteks Indonesia, desentralisasi kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah dalam otonomi daerah berdampak pada kewajiban pemerintah daerah untuk melakukan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM bagi kelompok minoritas/rentan yang dalam hal ini adalah ODHIV. Harapannya, first responder dapat menjadi contoh dalam penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM populasi kunci.

Artikel terkait  SHIFT Memperoleh Penghargaan Kategori Program Inovasi dalam Respons HIV di Kota Bandung

Salah satu bagian dari rangkaian kegiatan pelatihan first responder adalah Kota Tangerang. Pada tanggal 11-13 Februari 2025, IAC dan Komnas HAM mengadakan Pelatihan First Responder di Kota Tangerang. Sebagaimana yang telah disinggung, pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kapasitas aparatur pemerintah daerah dalam menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi kelompok rentan, khususnya ODHIV dan Kelompok Populasi Kunci (KP).

Acara dibuka oleh Pak Gatot R., Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama Komnas HAM. Beliau menekankan bahwa hak atas kesehatan adalah bagian dari HAM yang harus dihormati dan dilindungi oleh pemerintah, termasuk di tingkat daerah. Stigma dan diskriminasi terhadap ODHIV dan KP dalam layanan publik masih menjadi hambatan dalam pemenuhan hak mereka.

Dalam sesi diskusi, peserta diajak memahami prinsip-prinsip HAM, termasuk:

  1. Universalitas – Berlaku untuk semua orang tanpa kecuali.
  2. Tidak dapat dicabut – Melekat pada setiap individu.
  3. Perlindungan hukum – Dijamin oleh konstitusi dan peraturan hukum.

Peserta juga membahas peran negara dalam menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM, serta pentingnya menjaga kerahasiaan status kesehatan seorang individu.

Pada hari kedua, peserta mendalami konsep gender dan seks, membedakan antara gender sebagai konstruksi sosial dan seks sebagai kategori biologis. Diskusi mencakup ketidakadilan gender, seperti pelabelan, subordinasi, dan Kekerasan Berbasis Gender (KBG).

Artikel terkait  2nd Regional CLM Workshop

Sesi menarik lainnya adalah permainan reflektif melalui four corners, yang mana peserta diminta untuk memahami sudut pandang orang lain dalam berbagai isu HAM, termasuk diskriminasi terhadap komunitas tertentu. Studi kasus yang dibahas termasuk penolakan terhadap Anak dengan HIV (ADHIV) di sekolah dan kekerasan terhadap transgender oleh aparat.

Dalam diskusi tentang keragaman seksual, peserta diajak memahami realitas sosial yang dihadapi oleh komunitas ragam gender dan seksualitas. Perdebatan juga mencakup penggerebekan dan apakah tindakan tersebut termasuk dalam pelanggaran HAM.

Hari terakhir berfokus pada mitos dan fakta tentang HIV, mekanisme penularan, dan pentingnya pengurangan stigma terhadap ODHIV.

Peserta juga mendiskusikan peran pemerintah daerah dalam perlindungan HAM, dengan menyoroti:

  • Menjaga kerahasiaan status dalam menangani kasus ODHIV dan KP.
  • Pentingnya profesionalisme aparat dalam pelayanan publik.

Di sesi terakhir, peserta merancang RTL untuk meningkatkan penghormatan dan perlindungan HAM di instansi masing-masing.

Pelatihan ini memberikan wawasan kepada peserta mengenai peran mereka dalam melindungi hak kelompok rentan, khususnya dalam akses ke layanan kesehatan dan perlindungan dari diskriminasi. Pemerintah daerah diharapkan dapat:

  1. Mengimplementasikan kebijakan yang melindungi hak ODHIV dan KP.
  2. Memastikan akses layanan publik yang inklusif dan bebas stigma.
  3. Meningkatkan kesadaran dan pelatihan bagi aparatur negara terkait HAM dan kesehatan.

Dengan adanya pelatihan ini, diharapkan terjadi perubahan kebijakan yang lebih inklusif dan berbasis HAM di tingkat daerah.

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

On Key

Related Posts

Publication

Learn from Puskesmas Koja

It has been eleven years since the Community Health Center (Puskesmas/PKM) of Koja District has been consistent with key population communities to carry out HIV

Read More »

want more details?

Fill in your details and we'll be in touch